PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Nomor urut 4 H Abdul Razak-H Sri Suwanto menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi, melalui penerapan kearifan lokal yang mengedepankan sumpah adat sebagai bagian dari nilai integritas dan kejujuran.
Selain mematuhi hukum negara keduanya mengungkapkan, sumpah adat yang telah diwariskan turun-temurun di Kalteng akan menjadi landasan moral dalam menjalankan pemerintahan jika terpilih. Sumpah itu berbunyi, “Kalau saya tidak jujur, maka jiwa raga saya akan terpotong seperti rotan yang saya potong ini”.
“Inilah sumpah yang harus kami implementasikan dalam setiap langkah dan kebijakan pemerintahan kami,” ujar Razak, Kamis (6/11).
Pernyataan ini tidak hanya menjadi komitmen pribadi, tetapi juga mengikat keduanya dalam menegakkan nilai kejujuran dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sumpah adat yang menjadi rujukan Razak-Sri adalah simbol kekuatan budaya lokal yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Kalteng. Menurut mereka, nilai-nilai adat ini harus dijadikan pedoman dalam tindakan politik dan pemerintahan, terutama dalam pencegahan tindak pidana korupsi.
“Kami akan menjaga sumpah ini, bahkan jika kami terpilih, karena kami percaya bahwa budaya ini dapat menjadi pilar moral yang kuat dalam menghadapi segala godaan kekuasaan,” tegas Sri.
Konsep sumpah adat yang kental dengan nilai kejujuran dan integritas itu menurut Razak, dapat menjadi alat yang efektif untuk menanggulangi praktik korupsi.
“Kami ingin masyarakat tahu, jika kami terpilih menjadi pemimpin, komitmen kami terhadap kejujuran adalah komitmen yang tak terbantahkan. Kami akan menjadikan sumpah adat ini sebagai landasan moral dalam setiap keputusan yang kami ambil,” lanjut Razak.
Hal ini, menurutnya, juga akan memperkuat ketegasan pemerintah daerah dalam menindak tegas setiap bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
Lebih lanjut, keduanya menegaskan, mereka tidak hanya akan memperjuangkan pencegahan korupsi dalam tataran moral dan budaya, tetapi juga dalam kerangka hukum nasional yang berlaku di Indonesia.
“Tentu saja, kami akan selalu memastikan bahwa langkah-langkah kami dalam pencegahan korupsi tetap berada dalam kerangka hukum nasional yang ada, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ungkap Sri.
Jika diterapkan dengan baik, bukan tidak mungkin budaya itu bisa menjadi model moral dalam membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
“Kami akan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal ini bukan hanya sebagai bagian dari budaya, tetapi sebagai pilar moral untuk membangun pemerintahan yang bersih dan tidak korup,” tutup Razak. jef