MUARA TEWEH/TABENGAN.CO.ID- Jumlah penerimaan royalti atau Dana Bagi Hasil (DBH) pengelolaan sumber daya alam (SDA) minerba di Kabupaten Barito Utara (Barut) hingga kini masih 65 persen. Hal ini disampaikan, Kabid Perbendaharaan pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Barut Sarjani Rizal saat ditemui belum lama ini.
“Sampai dengan November 2024, realisasi royalti minerba bruto sebesar Rp.919.639.557.200,00 dari pagu 1.414.830.088.000,00. Atau sekitar 65 persen,” ujar Sarjani.
“Ini belum akhir tahun, biasanya mencapai 100 persen,” tambahnya.
Sementara itu berkaitan realisasi royalti batu bara dalam lima tahun terakhir, berdasarkan data yang diterima media ini, 2020 realisasi bruto Rp.115.419.947.339,00 dari pagu sebesar Rp115.419.947.339,00. 2021 realisasi Rp.93.276.635.000,00 dari pagu sebesar Rp.93.276.635.000,00. 2022 realisasi Rp 202.794.727.000,00 dari pagu sebesar Rp.202.794.727.000,00.
Kemudian, 2023 realisasi royalti bruto Rp.2.110.073.506.000,00 dari pagu sebesar Rp 2.110.073.506.000,00. 2024 realisasi bruto Rp 919.639.557.200,00 dari pagu sebesar 1.414.830.088,00.
“Untuk dasar penerimaannya berdasarkan peraturan presiden pada setiap tahunnya. Misalnya 2020 dasar penerimaan royalti menggunakan Perpres 72 tahun 2020, sedangkan 2021 menggunakan Perpres 113 Tahun 2020, 2022 menggunakan Perpres 98 tahun 2022, 2023 menggunakan Perpres 130 tahun 2022 dan tahun 2024 menggunakan Perpres 76 tahun 2023,” ujarnya.
Saat ditanyakan jumlah perusahaan batu bara yang beroperasi di Barut, Sarjani tidak memiliki kewenangan untuk menyampaikannya. Dirinya mengarahkan media kepada Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD). “Untuk yang itu nanti bisa di BPPD, mereka yang lebih mengetahui dan memiliki data itu, targetnya penerimaan juga sama mereka,” ujarnya.
Kemudian, awak media mencoba menghubungi Kepala BPPD Agus Siswandi, Senin (11/11), namun hingga berita ini diturunkan dirinya belum mendapatkan jawaban.
Sementara itu, Pj Bupati Barut Muhlis secara terpisah kepada media ini mengatakan DBH SDA khususnya batu bara tidak selalu sama atau fluktuatif. Hal ini sangat dipengaruhi harga batu bara dan sejumlah faktor lainnya.
“Memang tidak selalu sama mas, misalnya tahun-tahun awal dulu seperti 2013 DBH kita anjlok, setelah itu berberapa tahun terakhir ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan,” terang Muhlis saat ditemui usai Paripurna di DPRD, Selasa (12/11).
“Intinya sangat dipengaruhi harga batu bara. Tidak selalu sama. Kalau harga naik pasti produksinya digenjot, begitupun sebaliknya,” tambahnya.
Sementara itu, saat ditanyakan terkait tentang kegunaan dari DBH atau diperuntukan untuk apa, Muhlis yang didampingi Pj Sekda Jufriansyah mengatakan DBH batu bara bisa digunakan untuk apa saja atau bebas. “Bisa untuk bayar gaji pegawai, infrastruktur dan lain sebagainya,” ujarnya.
“Kalau DBH sawit ada kekhususannya untuk infrastruktur di wilayah sekitar perkebunan sawit, beda dengan DBH batu bara bebas peruntukannya,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, Barut merupakan salah satu daerah yang memiliki kekayaan sumber daya mineral batu bara. Kekayaan alam itu membuat dana bagi hasil untuk mineral batu bara terus mengalami kenaikan yang signifikan. old