Kolaborasi Pemprov Kalteng Melawan Ancaman HIV/AIDS

ANCAMAN-sosialisasi HIV/AIDS yang dihadiri oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN), tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda. Acara ini dilaksanakan di Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (14/11).FOTO TABENGAN/LIDIA

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berkolaborasi melawan ancaman HIV/AIDS dengan mengadakan sosialisasi HIV/AIDS yang dihadiri oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN), tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda. Acara ini dilaksanakan di Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (14/11).

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang HIV/AIDS di kalangan masyarakat. Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Dinas Kesehatan Kalimantan Tengah, Rainer Danny Poluan Mamahit, menyampaikan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mengatasi permasalahan HIV dan isu kesehatan lainnya.

“Fenomena HIV/AIDS ini dapat diibaratkan seperti gunung es. Di permukaan, kita mungkin melihat semuanya baik-baik saja, tetapi di bawah permukaan, masalah yang sebenarnya jauh lebih besar. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada HIV, tetapi juga pada masalah kesehatan lainnya, seperti stunting,” ujar Rainer.

Rainer menjelaskan bahwa sektor kesehatan tidak bisa bekerja sendirian. Penanganan masalah kesehatan, seperti stunting dan penyakit menular lainnya, memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan pendekatan yang multidimensional.

“Kesehatan adalah sektor yang sangat multi-dimensi, sehingga diperlukan kerja sama dari berbagai pihak. Hal ini terlihat dalam penanganan stunting, di mana banyak sektor terlibat karena sektor kesehatan tidak bisa menyelesaikannya sendiri,” tambahnya.

Rainer juga mengungkapkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan individu. Faktor lingkungan menyumbang sebesar 40%, perilaku sebesar 30%, layanan kesehatan sebesar 20%, dan faktor genetik sebesar 10%.

“Jika kita melihat, lingkungan memiliki kontribusi terbesar dalam kesehatan kita. Namun, perilaku juga memainkan peran penting, terutama dalam penularan HIV. Perilaku yang tidak aman, seperti hubungan di luar nikah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, serta kebiasaan lain yang berisiko, dapat meningkatkan kemungkinan penularan HIV,” jelasnya.

Rainer menekankan pentingnya deteksi dini dan screening bagi masyarakat, terutama untuk mengetahui kondisi kesehatan mereka sejak dini. Hal ini selaras dengan arahan Menteri Kesehatan yang menginginkan setiap warga melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

“Mulai sekarang, setiap warga yang berulang tahun akan mendapatkan screening gratis atau medical check-up. Tujuannya agar kita bisa mendeteksi masalah kesehatan lebih awal dan segera mengambil tindakan. Kita harus menghilangkan stigma terhadap HIV dan mulai memahami bahwa pemeriksaan kesehatan adalah langkah untuk melindungi diri kita sendiri dan keluarga kita,” ujarnya.

Ia mengungkapkan tingginya angka pernikahan dini di Kalimantan Selatan yang dapat memicu perilaku berisiko di kalangan remaja. Menurutnya, permasalahan HIV ini perlu mendapat perhatian serius di Kalimantan Tengah, mengingat kasus HIV telah tersebar di semua kabupaten dan kota di provinsi tersebut. Bahkan, ada pasien yang terdeteksi berasal dari desa-desa terpencil di Kalimantan Tengah.

“Saat ini, semua kabupaten/kota di Kalimantan Tengah telah melaporkan adanya warga yang terinfeksi HIV, tidak hanya di ibu kota kabupaten/kota tetapi juga dari pelosok desa. Ini menimbulkan tantangan besar bagi sektor kesehatan kita. Oleh karena itu, kolaborasi dan sinergi antar sektor sangat penting untuk menanggulangi HIV di Kalimantan Tengah,” tegasnya.

Rainer mengingatkan bahwa hingga saat ini belum ada obat yang bisa membasmi virus HIV sepenuhnya. Namun, ada obat antiretroviral (ARV) yang dapat membantu penderita HIV untuk tetap produktif.

“Saya berharap melalui sosialisasi ini, kita semua mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang HIV, terutama dalam hal penularan dan pencegahan yang bisa kita lakukan bersama. Jika kita berpikir bahwa masalah HIV ini hanya tanggung jawab sektor kesehatan, maka kita akan tertinggal jauh,” ungkapnya.

Rainer juga mengatakan tantangan yang dihadapi dalam penanggulangan HIV di era modern. Ia menekankan pentingnya pendidikan karakter sejak dini untuk mencegah perilaku berisiko di kalangan generasi muda.

“Di era pergaulan modern ini, risiko penularan HIV semakin tinggi. Tidak hanya dari hubungan antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga antara laki-laki dengan laki-laki. Jika tidak ada pendidikan karakter sejak kecil, bagaimana kita bisa mencegahnya?” pungkasnya.(ldw).