Optimalkan Potensi Perkebunan Sawit di Kalteng

Agustin Teras Narang

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-– Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang mengungkapkan, perkebunan sawit di Bumi Tambun Bungai, Bumi Pancasila, menurut data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kalteng pada 2023 lalu mencapai 2,3 juta hektare.

Dengan asumsi luasan lahan itu, urai Teras Narang, pada tahun 2025, Provinsi Kalteng mendapat dana bagi hasil sebesar Rp23,8 miliar dari perkebunan sawit.

Secara keseluruhan bila diakumulasikan dengan yang diterima kabupaten atau kota, seluruh pemerintah daerah mendapatkan Rp117,89 miliar dengan kabupaten penerima terbesar adalah Kotawaringin Timur sebesar Rp16,6 miliar dan terendah Barito Selatan sebesar Rp2,56 miliar.

Menurut Teras, angka ini masih jauh dari capaian sektor pertambangan yang mencapai Rp1,79 triliun hanya untuk provinsi saja. Sebuah data yang mesti dianalisa untuk optimalisasi penerimaan daerah dan kesejahteraan rakyat.

Adanya perbedaan cukup signifikan pada data ini mesti diperhatikan sungguh, agar penerimaan dari perkebunan sawit yang ada di seluruh kabupaten dan kota dapat dioptimalkan. Terlebih perkebunan sawit merupakan pengguna lahan terbesar di Kalteng.

Selain itu untuk perkebunan, imbuh Teras, mereka memperoleh Hak Guna Usaha, sementara pertambangan hanya pinjam pakai yang setelah penambangan wajib pula mengembalikan lahannya kepada negara, setelah sebelumnya mesti dilakukan reklamasi.

Reklamasi ini merupakan kewajiban pelaku pertambangan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan.

Dijelaskan Teras, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2023 tentang Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit sendiri telah diatur mekanisme bagi hasil. Pembagian dana bagi hasil sebagaimana diatur pada pasal 5 adalah bahwa 20 persen menjadi bagian provinsi, 60 persen untuk daerah penghasil, dan 20 persen untuk daerah kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil.

Selanjutnya pada pasal 6 di Peraturan Pemerintah tersebut, alokasi diatur dengan bobot di mana 90 persen dana bagi hasil berdasarkan persentase bagi hasil dan penetapan daerah penghasil, sementara 10 persen berdasarkan kinerja pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai kewajiban pembangunan di daerahnya termasuk pengentasan kemiskinan. Artinya, pemerintah telah mendesain arah dana bagi hasil agar manfaatnya sungguh dirasakan masyarakat.

“Saya berharap potensi perkebunan sawit dioptimalkan oleh daerah untuk kepentingan daerah dan rakyat, termasuk dengan mendorong investasi pada sektor hilir. Hilirisasi produk dari 2,3 juta hektare lahan sawit Kalteng dengan industri pengolahan Coconut Palm Oil atau CPO dan turunannya akan sangat meningkatkan perekonomian daerah dan menciptakan lapangan kerja baru. Sementara dari sisi pemerintah pusat untuk mengatur kembali perimbangan penerimaan daerah penghasil sumber daya alam termasuk sawit, yang selama ini lebih banyak diterima pusat,” katanya.

Selanjutnya, ungkap Teras, jangan lupa mengembalikan pertama-tama hasil perkebunan sawit pada masyarakat di daerah penghasil sawit. Termasuk pada pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di daerah. Jangan sampai perkebunan sawit luas, tapi jalan perhubungan rusak parah, kesehatan dan pendidikan tidak berkembang baik.

“Bersama, tujuan investasi pada seluruh sektor di daerah mesti kita kawal agar sungguh berdampak dan berkemanfaatan pada kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat,” katanya. ist