Hukrim  

PEMBUNUHAN DAN CURAS-Pelapor Bisa Jadi Tersangka

Pengamat Hukum Kalteng Guruh Eka Saputra

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Ditetapkannya Haryono, seorang sopir online sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan disertai pencurian dengan kekerasan (Curas) bersama Brigadir Anton Kurniawan masih menjadi buah bibir masyarakat.

Terlebih diketahui, terungkapnya kasus tersebut tidak lepas dari peran Haryono yang melapor ke Unit Jatanras Polresta Palangka Raya bersama pada Selasa (10/12) lalu.

Pengamat Hukum Kalteng Guruh Eka Saputra mengatakan, dalam suatu peristiwa pidana memang harus cermat memisahkan bagaimana peran serta seseorang apakah sebagai pelaku, turut serta, atau yang menyuruh melakukan tindak pidana, ataukah sebagai saksi. Saksi sudah jelas bahwa orang yang mengetahui, melihat kejadian tindak pidana tersebut.

“Seseorang yang ikut serta dalam suatu tindak pidana selain sebagai saksi tetapi dia juga turut serta dalam melakukan tindak pidana tersebut, jadi memang yang bersangkutan akan dipersangkakan sebagai orang yang turut serta melakukan tindak pidana sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam peristiwa pidana tersebut,” katanya, Rabu (18/12).

Ia menerangkan, kalau memang terdapat rangkaian konstruksi fakta hukum atas suatu peristiwa pidana yang dipersangkakan ternyata si saksi tersebut turut serta dalam suatu perbuatan pidana, maka yang bersangkutan tentunya dapat dipersangkakan dengan pasal 55 ayat 1 KUHP. Yakni dengan delik penyertaan.

“Sehingga memang harus didasarkan pada pemeriksaan yang memenuhi dua alat bukti yang cukup untuk menentapkan seseoarang tersebut sebagai tersangka,” tuturnya.

Dalam hal ini, lanjut Guruh, penyidik Polda Kalteng menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka itu sudah dengan dua alat bukti yang cukup. Artinya ada dua alat bukti sah yang menunjukkan peran/turut serta yang bersangkutan.

“Dalam Pasal 1 Angka 2 UU 31/2014 menyebutkan saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama. Kalau penyidik sudah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka pastilah sudah melewati serangkaian pemeriksaan lidik dan sidik, hingga ditemukan dua alat bukti yang cukup,” ungkapnya.

Guruh menambahkan, dalam sistem hukum Indonesia ada yang disebut dengan Justice Colabolator (JC), teknisnya juga diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2011.

Dalam hal ini yang bersangkutan mengakui kesalahan. Kemudian Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya menyebutkan terdakwa telah memberikan informasi hingga terungkapnya pelaku tindak pidana.

“Maka dengan itu yang bersangkutan tentunya akan dipertimbangkan mengenai berat ringannya vonis pidana yang akan diputuskan oleh hakim di pengadilan,” pungkasnya. fwa