PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) telah memetakan potensi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang rawan sebelum pelaksaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, 27 November 2024 lalu.
Pemetaan ini bertujuan untuk mengantisipasi berbagai gangguan atau hambatan yang dapat terjadi di TPS, sehingga pelaksanaan pemungutan suara dapat berjalan lancar.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kalteng Hj Siti Wahidah menjelaskan, hasil pemetaan menunjukkan terdapat enam indikator TPS rawan yang paling sering terjadi, lima indikator yang cukup sering terjadi, dan 13 indikator yang meskipun jarang terjadi, tetap perlu diantisipasi.
“Pemetaan ini dilakukan berdasarkan laporan dari lebih dari seribu kelurahan dan desa di 14 kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah yang melaporkan adanya kerawanan di TPS wilayahnya,” ujar Siti Wahidah dalam konferensi pers yang digelar di Palangka Raya, baru-baru ini.
Selama enam hari pengumpulan data, dari 10 hingga 15 November 2024, Bawaslu Kalteng telah mencatat 8 variabel dan 25 indikator kerawanan yang dapat memengaruhi kelancaran pemungutan suara di TPS.
Salah satu variabel utama adalah penggunaan hak pilih, yang meliputi permasalahan terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak memenuhi syarat, pemilih yang terdaftar di DPTb (Daftar Pemilih Tambahan), dan potensi Daftar Pemilih Khusus (DPK), serta penyelenggara yang berada di luar domisili.
Keamanan juga menjadi fokus utama dalam pemetaan ini. Beberapa TPS berpotensi menghadapi masalah terkait kekerasan, intimidasi, atau penolakan terhadap penyelenggaraan pemungutan suara.
“Sebelumnya ini adalah hal yang sangat kami waspadai, karena bisa mengganggu jalannya pemilihan yang bebas dan adil,” kata Siti Wahidah.
Selain itu, Bawaslu Kalteng juga mencatat potensi terjadinya politik uang, politisasi SARA, serta ujaran kebencian yang dapat merusak suasana demokrasi selama proses Pemilu.
“Kami juga melihat adanya potensi pelanggaran netralitas yang melibatkan penyelenggara pemilihan, Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, kepala desa, dan perangkat desa,” tambah Siti Wahidah.
Karena itu, Bawaslu telah mengingatkan agar semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu menjaga sikap netral dan tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon.
Selain itu, masalah logistik, seperti kerusakan, kekurangan, atau keterlambatan distribusi barang, juga telah dipetakan sebagai kerawanan yang bisa mengganggu kelancaran pemungutan suara.
Siti Wahidah menjelaskan, distribusi logistik yang tidak tepat waktu atau tidak memadai bisa mempengaruhi jalannya proses pemilihan di TPS, yang tentunya perlu diwaspadai agar tidak merugikan pemilih.
Pemetaan juga memperhatikan lokasi TPS yang berisiko tinggi. Beberapa TPS terletak di daerah yang sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, atau bahkan dekat dengan lembaga pendidikan, pabrik, atau lokasi kegiatan kampanye paslon.
“Ini menjadi perhatian kami, karena lokasi yang tidak strategis atau terlalu dekat dengan pusat aktivitas politik bisa menciptakan situasi yang tidak ideal saat hari pemungutan suara,” jelas Siti Wahidah.
Tidak kalah penting, Bawaslu Kalteng juga sudah mengidentifikasi potensi gangguan pada jaringan listrik dan internet di beberapa TPS. Keterbatasan infrastruktur ini bisa menghambat kelancaran pemungutan suara, baik dalam hal penghitungan suara maupun pelaporan hasil Pemilu.
“Untuk itu, kami meminta agar penyediaan fasilitas pendukung di TPS diperhatikan dengan seksama agar tidak terjadi kendala teknis pada hari pemungutan suara,” terangnya.
Bawaslu Kalteng mengimbau semua pihak untuk tetap waspada dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengatasi kerawanan ini.
“Kami berharap dengan pemetaan kerawanan ini, semua pihak dapat lebih siap dalam menghadapi potensi gangguan di TPS, dan proses pemilihan dapat berjalan dengan lancar, adil, dan demokratis,” tutup Siti Wahidah, seraya mengingatkan pengawasan yang ketat akan terus dilakukan hingga hari pemilihan.jef