PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Kepolisian diminta untuk transparan dan terbuka dalam melakukan penyelidikan kebakaran yang menewaskan pasangan suami istri Aiptu RPR dan MH serta anaknya JAR pada Selasa (31/1) lalu.
Hingga kini penyidik Polresta Palangka Raya dan Polda Kalteng belum memberikan keterangan resmi terkait penyebab kebakaran atau motif lain mengenai peristiwa tragis tersebut.
Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kalimantan Tengah Suriansyah Halim mengatakan, keterbukaan informasi dalam kejadian ini sangat penting untuk menjamin kepercayaan publik dan mencegah munculnya kesan upaya penutupan informasi. Sanksi sosial berupa kerusakan reputasi, dapat berdampak buruk pada kredibilitas institusi kepolisian jika kasus ini tidak ditangani secara terbuka.
“Kepolisian memiliki kewajiban bersikap transparan terkait penyebab dan kronologi kebakaran ini. Jika ada kejanggalan atau kesan menutup-nutupi kasus, maka berpotensi merusak kredibilitas institusi serta mencederai hak masyarakat mendapatkan informasi yang benar,” katanya, Minggu (5/1).
Suriansyah turut menyoroti adanya upaya penghalangan peliputan oleh oknum personel Polresta Palangka Raya kepada wartawan saat berada di lokasi kebakaran, beberapa waktu lalu. Ia mengingatkan agar kepolisian maupun setiap pihak dapat dikenakan sanksi pidana jika menghalangi tugas jurnalis dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi.
Dasar hukumnya diatur pada Pasal 18 Ayat (1) UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan pelanggaran terhadap kebebasan pers dapat berujung pada hukuman penjara hingga dua tahun dan denda maksimal Rp500 juta.
“Negara telah memberikan perlindungan hukum terhadap kebebasan pers. Tujuannya memastikan wartawan dapat menjalankan tugas mereka dengan bebas tanpa ancaman atau intimidasi, sehingga demokrasi dan transparansi dalam pemberitaan tetap terjaga,” bebernya.
Senada, pemerhati hukum Muhammad Enrico Hamlizar Tulis menerangkan, transparansi dalam penyelidikan yang dilakukan Polri adalah wajib. Hal tersebut diatur dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP dan dalam Kode Etik Polri yang dituntut profesional dan transparan.
“Mengenai adanya wartawan yang dilarang saat meliput, sebenarnya kepolisian tidak boleh menghalang-halangi karena wartawan mempunyai hak imunitas dan hal ini sama saja bertentangan dengan prinsip transparansi dan keterbukaan informasi,” jelasnya.
Ia menilai ada beberapa hal yang pastinya menjadi dasar kepolisian belum bisa memberikan akses seperti yang diatur dalam Pasal 17 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang berbunyi penyidik dapat melakukan penyelidikan dengan cara yang tidak selalu terbuka jika itu dapat merugikan penyidik dan mengungkap identitas saksi.
“Penyidik dapat melakukan pembatasan akses kepada wartawan untuk melakukan liputan, termasuk kode etik wartawan yang memiki dasar hak dalam jurnalistik,” ungkapnya.
Desakan agar kepolisian bisa segera mengusut tuntas peristiwa tragis kebakaran yang menewaskan pasangan suami istri serta anak di Jalan Ranying Suring, Selasa (31/12) lalu, turut datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangka Raya (BEM UPR).
Presiden Mahasiswa BEM UPR David Benedictus Situmorang berpandangan, kasus kebakaran tersebut perlu investigasi mendalam dari kepolisian agar masyarakat tidak menduga-duga. Terlebih salah satu korban adalah anggota kepolisian.
“Transparansi sangat penting dalam proses penyelidikan, sehingga masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap institusi kepolisian,” pungkasnya. fwa/mak