*Masing-masing Pihak Harus Perhatikan Legalitas dan Historisitas Tanah
MUARA TEWEH/TABENGAN.CO.ID – Sengketa lahan antara Noralini dan PT Bharinto Ekatama (PT BEK) yang belum usai mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Salah satunya dari Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Barito Utara (Barut) H Amir Mahmud.
Mantan Anggota DPRD Barut itu menegaskan, sebagai DAD, dirinya meminta agar investasi dalam bentuk apapun di Barut, harus berjalan sehat dan memperhatikan hak-hak masyarakat adat.
Dalam konteks sengketa lahan antara masyarakat dan pihak PT BEK, seharusnya perusahaan menjunjung tinggi aturan-aturan yang berlaku dan kesepakatan bersama, sehingga tidak ada masyarakat atau pihak mana pun yang merasa dirugikan.
“Kalau masih ada sengketa berarti masih ada yang merasa dirugikan, artinya investasi bisa dinilai tidak sehat,” ujarnya, saat dihubungi, Kamis (23/1).
Tidak hanya investasi yang sehat, Amir juga meminta agar pihak perusahaan tidak mengabaikan hak-hak masyarakat setempat dalam hal itu, Noralini.
“Masa hanya bayar pondoknya saja. Tanam tumbuhnya dan tanahnya tidak dibayar. Berarti ada pihak lain yang mengaku tanah tersebut,” ujar pria yang biasa disapa Haji Mahmud itu.
“Perusahaan juga harus bisa melihat dan mencermati lalu memahami budaya masyarakat Dayak tentang berladang. Jangan sampai tanah yang sudah dijadikan ladang dibuat seolah olah hutan rimba yang tidak ada pemiliknya,” tambahnya.
Perusahaan Harus Punya Nurani
Senada dengan Ketua DAD, salah satu praktisi hukum Kalimantan Tengah (Kalteng) Wangivsy Eryanto menilai, dalam sengketa lahan antara Noralini dan PT BEK, yang harus dilihat adalah dasar dari kepemilikan lahan dari masing-masing pihak dan historisitas tanah tersebut.
“Ya harus dilihat legalitasnya apa dan historis tanah tersebut seperti apa,” ujar pengacara yang beberapa waktu lalu berhasil memenangkan perkara di Kabupaten Barito Timur (Bartim) hingga eksekusi.
Lebih jauh, pengacara asal DAS Barito itu menilai, jika memang sudah dilakukan mediasi pada setiap tingkatan dan tidak ada kesepakatan, artinya ada sesuatu yang perlu ditelusuri.
“Harus ditelusuri kenapa mediasi tidak pernah ada kata sepakat. Jangan-jangan ada yang bermain disini. Karena yang dirugikan disini adalah orang kecil. Perusahaan harus punya nurani,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, pengklaiman lahan milik ibu Noralini seluas puluhan hektare oleh PT BEK telah berlangsung sejak tahun 2017. Tanah tersebut digarap wanita tua asal Benangin bersama suaminya Suah sejak tahun 2012 dan memiliki legalitas berupa SKT tahun 2013.
Di atas tanah yang digarap terdapat pondok dan sejumlah tanaman. Akan tetapi, ketika digarap, perusahaan hanya membayar pondok senilai 40 juta.
Terlampau Tinggi
Kepada Tabengan, pihak perusahaan melalui Humasnya Suriadi mengatakan, yang menjadi dasar pengklaiman ialah hasil pengukuran tim kecamatan tahun 2005.
Sementara itu, berkaitan dengan tuntutan ibu Noralini yang sudah berlangsung lama, Suriadi menduga bahwa ada pihak lain yang menunggangi sehingga espektasi ibu Noralini terlampau tinggi. Persoalan ini akan ada proses peninjauan lokasi oleh anggota DPRD Barut beberapa waktu mendatang. c-old