KPU Barut dan Pengadu Saling Bantah di Sidang DKPP RI

FOTO ISTIMEWA SIDANG- Para kuasa hukum teradu, Andi Muhammad Asrun, Jubendri Lusfernando, Roby Cahyadi saat mengikuti sidang di DKPP, Kamis (30/1).

JAKARTA/TABENGAN.CO.ID – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia (DKPP) RI menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 30-PKE-DKPP/I/2025 di ruang sidang utama DKPP, Jakarta, Kamis (30/1).

Perkara yang diadukan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara (Barut) Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya itu diberikan kuasa kepada Andi Muhammad Asrun, Jubendri Lusfernando, Roby Cahyadi dan Sedi Usmika.

Sedangkan teradu adalah Ketua dan Anggota KPU Barut Siska Dewi Lestari (Ketua), Herman Rasidi, Lutfia Rahman, Paizal Rahman dan Roya Izmi Fitrianti selaku Teradu I sampai V. Selain itu, ia juga mengadukan Ketua PPK Teweh Tengah Arbianto Wahyu Saputra selaku Teradu VI.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Heddy Lugito itu diawali dengan pengambilan terhadap para saksi dari masing-masing pihak dan berdasarkan agama yang dianut.

Usai pengambilan sumpah, pengadu diberikan kesempatan untuk menyampaikan dalil-dalil aduan terhadap para teradu. Diwakili Andi Muhammad Asrun, pengadu mendalilkan, para teradu tidak melaksanakan rekomendasi Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Barut untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru.

“Tidak dilaksanakannya rekomendasi Bawaslu merupakan sebuah tindakan yang sangat fatal dan tidak sesuai dengan asas hukum yang berlaku. Selain itu, hal tersebut ada dugaan pelanggaran kode etik dan juga dugaan tindak pidana,” terang Asrun.

Selain itu, kuasa hukum lain, Roby Cahyadi juga mempertanyakan dasar tidak dilakukannya PSU, hanya dengan berdasarkan pada surat dinas dari Ketua KPU RI.

“Surat dinas ketua KPU RI itu hanyalah sebuah imbauan dan tentu ada aturan yang lebih tinggi dari aturan hukum yang berlaku,” terang Roby.

Selain itu, teradu mengubah C Hasil untuk kepentingan sirekap di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah tanpa ada rekomendasi Bawaslu atau Panwascam. Hal ini tentu sebuah pelanggaran kode etik dan tindak pidana.

“Berikutnya teradu mengubah C Hasil KWK Bupati TPS 01 Kelurahan Melayu, dengan cara mengubah jumlah suara tidak sah yang semula adalah 10 diubah menjadi 7, dan mengalihkan suara selisih berjumlah 3 menjadi surat suara tidak terpakai, yang semula surat suara tidak terpakai 162 diubah menjadi 165,” ungkap Asrun.

Terhadap dalil pengadu, teradu dalam hal ini Ketua KPU dan jajarannya membantah bahwa pada prinsipnya semua proses pemilihan hingga rekapitulasi pada setiap tahapan sudah berjalan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketua KPU Barut Siska Dewi Lestari pada sidang tersebut menjelaskan bahwa terhadap rekomendasi Bawaslu Barut, pihaknya sudah melakukan telaah hukum terkait penyelesaian pelanggaran administrasi yang didahului dengan klarifikasi, verifikasi hingga selanjutnya dinyatakan bahwa rekomendasi Bawaslu untuk PSU tidak memenuhi unsur.

Terhadap aduan pengadu terkait persoalan di TPS 01 Kelurahan Melayu, Teweh Tengah, pihak teradu sudah menjalankan proses pemungutan dan perhitungan suara di tingkat TPS sesuai dengan aturan yang berlaku. Dan masing-masing pihak tidak ada keberatan. Selain itu, terhadap keberatan yang disampaikan oleh pengadu, teradu sudah meminta saran dan masukan dari Bawaslu.

“Saran dari Bawaslu ialah rapat pleno tetap dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk permintaan PSU, seharusnya pengadu melaporkan kepada Bawaslu terlebih dahulu. Dengan demikian, dalil pengadu tidak benar dan tidak berdasar menurut hukum,” terang Roya, salah satu anggota Komisioner KPU Barut.

Selain itu, dalam petitum, salah satu komisioner meminta agar majelis menolak aduan pengadu, menyatakan bahwa teradu sudah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan merehabilitasi nama baik teradu. c-old