Hukrim  

Kadiskanla Tersangka Kasus Pengelolaan Pabrik Tepung Ikan 

UNGKAP KASUS- Kajari Kobar menyampaikan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Pabrik Tepung Ikan di Desa Sungai Kapitan, Kecamatan Kumai. TABENGAN/YULIANTINI

PANGKALAN BUN/TABENGAN.CO.ID –  Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) berinisial RS ditetapkan oleh Kejaksaan Negeri Kobar sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Pabrik Tepung Ikan di Desa Sungai Kapitan, Kecamatan Kumai.

Penetapan ini dilakukan setelah Tim Penyidik Seksi Tindak Pidana Khusus menemukan bukti kuat adanya penyimpangan yang terjadi pada tahun 2017.

Kepala Kejari Kobar Johny A Zeboa menyampaikan, penyelidikan kasus ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-01/0.2.14/Fd.2/01/2025 tertanggal 21 Januari 2025.

Johny menyampaikan, Tim Penyidik memeriksa 17 saksi serta melibatkan satu ahli, yang akhirnya mengarah pada penetapan RS sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B-1/0.2.14/Fd.2/02/2025 tertanggal 18 Februari 2025.

Menurut Kajari Kobar, tersangka RS yang merupakan pejabat di Diskanla Kabupaten Kobar diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk keuntungan pribadi. Dan pihaknya akan melakukan pemanggilan tersangka RS pada hari Jumat (21/2).

Dijelaskan, ia meminta uang sebesar Rp250 juta secara tunai kepada salah satu saksi sebagai syarat pengelolaan pabrik. Tindakan tersebut dianggap melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Pembangunan Pabrik Tepung Ikan tersebut menelan anggaran sebesar Rp5,4 miliar yang berasal dari usulan tersangka RS. Namun, dalam pelaksanaannya, ditemukan indikasi penyimpangan, termasuk penawaran pengelolaan pabrik dengan syarat tidak wajar. Dugaan tersebut diperkuat oleh keterangan para saksi dan bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik.

Johny menegaskan, penetapan tersangka ini telah memenuhi syarat minimal dua alat bukti yang sah. Dan kasus ini sebagai pintu masuk untuk mengungkap penyelewengan lainnya, termasuk sarana prasarana pabrik tersebut.

 

“Kami berkomitmen menuntaskan kasus ini sesuai prosedur hukum yang berlaku. Tidak ada toleransi terhadap korupsi yang merugikan negara dan masyarakat, dan perlu diingat kami melakukan penyelidikan terhadap kasus sejak lama di tahun 2024,” ujarnya.

Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat pabrik tersebut awalnya dirancang untuk mendukung kesejahteraan nelayan dan meningkatkan perekonomian daerah. Namun, penyalahgunaan anggaran dan kekuasaan justru menghambat tujuan tersebut. Penanganan hukum terhadap kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. c-uli