PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Kasus penganiyayaan yang viral dimedia sosial membuat masyarakat prihatin atas perilaku anak di bawah umur yang menjadi pelaku penganiayaan, menurut keterangan yang ada di media sosial, pelaku masih merupakan siswa pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) Hasanka yang ada di Kota Palangka Raya.
Saat ini menurut informasi yang didapat, kedua siswa pelajar tersebut sudah dimediasi oleh pihak sekolah, dan hasil akhir kedua belah pihak memilih untuk berdamai, namun menurut di media sosial orang tua korban masih tidak terima atas perlakuan pelaku penganiyayaan.
Kasus penganiayaan ini menjadi perhatian Ketua PERADI Palangka Raya Tim Advokasi UPT PPA Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Kartika Candrasari, dalam kasus penganiyaan tersebut menurut pandangan hukum, anak umur di atas 14 tahun, maka dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana, namun pemidanaan adalah pilihan terakhir.
“Bila diatas 12 tahun maka bisa dimintakan pertanggungjawaban dan tidak memandang apakah dia pelajar atau bukan, namun tetap mengacu bahwa pidana adalah pilihan terakhir,” jelasnya saat diwawancarai Tabengan Jumat (28/2).
Selanjutnya, korban anak wajib dilindungi oleh siapapun, sehingga bukan hanya UPT PPA, namun semua pihak bertanggung jawab terhadap perlindungan anak terutama orang tua sebagaiman pasal yang dimaksud, Harus diberikan literasi hukum terhadap orang terkait tanggung jawabnya.
“UU 35 Tahun 2014 ttg Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat 11 mengatur kewajiban orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak, Pasal 26 ayat (1) mengatur kewajiban orang tua untuk menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya,” lanjutnya.
“Pasal 26 ayat (1) juga mengatur kewajiban orang tua untuk mencegah perkawinan pada usia anak, Pasal 26 ayat (1) juga mengatur kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak,” ujarnya.
Menurut Kartika, hanya dengan mengeluarkan anak dari sekolah bukanlah suatu penyelesaian bijak dalam menangani hal tersebut, melainkan perlunya edukasi dan pertanggung jawaban bersama terutama bagi orang tua pelaku.
“Dengan hanya mengeluarkan anak dari sekolah justru membuat anak tidak dapat belajar bertanggung jawab atas perbuatannya, justru bisa jadi hanya akan membuat anak pelaku merasa semuanya bisa diselesaikan dengan mudah dan tidak membuat jera atau membuat anak belajar dari suatu masalah,” pungkasnya.mak