TPI Kumai Mangkrak, Dewan Desak Inspektorat Tegas

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Mangkraknya pekerjaan proyek pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi, mendapat sorotan serius kalangan DPRD Kalteng. Dewan mendesak kasus proyek yang berlokasi di Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat itu diusut tuntas.

“Inspektorat harus bertindak tegas dalam mengusut kasus yang saat itu dijabat oleh mantan Kadis Perikanan dan Kelautan Kalteng, Eferensia LP Umbing,” ujar anggota Komisi B DPRD Kalteng, Edy Rosada, Selasa (15/5).

Dikatakan Edy, intinya bukan pekerjaan lanjutan di instansi selaku leading sector-nya yang saat ini dijabat oleh Plt Ahmad Husain.

Edy juga menyarankan agar dinas terkait tidak lagi memberikan kesempatan kepada kontaktor yang sama untuk melaksanakan pekerjaan kembali. Mengingat pekerjaan kontraktor tersebut pada tahap awal saja dinilai tidak beres.

Edy mengatakan desakan itu merupakan implementasi dari hasil kunjungan kerja ke Pelabuhan Kumai belum lama ini. “Kami melihat proyek yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2017 ini cukup besar, Rp 9,8 miliar lebih,” ucap wakil rakyat dari Dapil I yang meliputi Palangka Raya, Katingan, dan Gunung Mas ini.

Informasinya, pekerjaan itu dimulai sejak 23 Agustus hingga 20 Desember 2017 silam. Dia mengakui ada beberapa temuan yang menjadi catatan. Seperti pekerjaan yang tidak sesuai dengan spek atau standar. Lalu ada juga bagian-bagian yang sudah patah, bahkan pecah.

Selain itu yang menjadi perhatian adalah pengerjaan yang tidak sesuai jadwal, dikarenakan masih dikerjakan ketika masa pemeliharaan. “Kami juga sudah mengkonfirmasi dinas terkait melalui PPTK terkait proyek itu. Namun jawaban mereka pekerjaan itu sudah selesai,” ujar legislator senior dari Fraksi PAN itu.

Ironisnya fakta di lapangan, proyek pembangunan TPI Kumai tidak sesuai harapan. Sarana yang mestinya dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat dan daerah itu tidak bisa difungsikan.

Edy juga menegaskan pihaknya tidak ingin mendengar adanya pekerjaan lanjutan dengan nilai Rp13 miliar di tahun ini dilaksanakan oleh kontraktor yang sama. Untuk itu Inspektorat Kalteng wajib turun ke lapangan, melakukan pengecekan, dan mengusut tuntas kegiatan tersebut.

Edy juga meminta aparat penegak hukum juga bisa ikut serta dalam pengawasan proses pekerjaan tersebut. Tujuannya agar lebih transparan dan terbuka kepada publik serta unsur lainnya.

”Kalau sudah 60 hari belum ada keputusan dari Inspektorat terkait adanya penyimpangan atau bersih, maka jajaran penegak hukum atau penyidik dari instansi lain, bisa masuk dalam penyelidikan,” ujarnya.

Hingga saat ini, kata Edy, sudah 4-5 bulan ini Inspektorat belum memberikan informasi terkait kasus tersebut. Anehnya, ucap dia, infonya pihak Inspektorat mengaku tidak tahu menahu persoalan itu.

Edy menjelaskan statement ketidaktahuan semacam itu, dari jajaran yang seharusnya menjadi leading sector pengawasan lingkup internal, jelas mengherankan. drn