Pergub 10/2018, Dewan Sebut Pj Sekda Kekanak-Kanakan

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Sejumlah Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah berang dengan adanya pernyataan Pj Sekda Kalteng, Fahrizal Fitri yang seolah-lah anggota DPRD Kalteng tidak terima dengan adanya penurunan tunjangan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 10 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah nomor 33 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah.

Pihak DPRD Kalteng, sebenarnya tidak mempermasalahkan adanya penurunan tunjangan, baik tunjangan transportasi maupun perumahan dalam Pergub tersebut. Namun, yang dipermasalahkan adalah proses penerbitan Pergub tersebut, dimana selain sampai sekarang pihak Dewan tidak pernah menerima secara resmi Pergub tersebut, penerbitannya tanpa dibicarakan dengan pihak DPRD Kalteng.

“Sejak awal sudah kita katakan, ini bukan soal pemotongan tunjangan dan sebagainya. Yang kita persoalkan itukan prosesnya, prosedurnya dan tahapannya. Tahapan-tahapan itu yang tidak prosedural sementara fungsi kita ada disitu. Fungsi Budgetingnya, fungsi legislasinya, kan disitu semua. Tahapan-tahapan sesuai dengan kewenangan itu yang diabaikan, persoalan kewenangan Dewan, bukan mencampuri urusan Pemerintah. Koq… tidak nyambung cara jawab-jawaban yang dikeluarkan oleh Sekda. Seolah-olah melibatkan Jubair, apakah Jubair itu mewakili representasi dari Anggota Dewan, kan tidak? Kalau itu dijadikan alasan, Pj Sekda kekanak-kanakan, enggak gentle, semua orang diajak-ajak bertanggung jawab atas kesalahannya, nama Sekwan diseret-serat. Apa yang disampaikan itukan enggak nyambung, jadi kalau kita lihat pemerintahannya justru yang enggak nyambung,” kata Syahruddin Durasid dengan nada tinggi saat dibincangi di Gedung Dewan, Jumat (25/5).

Legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menerangkan, pernyataan yang disampaikan Pj Sekda terkait keberatan DPRD Kalteng itu tersebut salah kaprah, dimana dalam pernyataannya seolah-olah anggota Dewan tidak menerima adanya pemotongan tunjangan, padahal sebetulnya tidak, yang dipermasalahkan adanya mekanisme dari penerbitan Pergub.

Syahruddin mengatakan, dalam penerbitan Pergub 33 Tahun 2017, bukan Dewan yang menentukan kisaran besarannya. Melainkan waktu itu, pihak Pemprov sendiri yang menetapkan sesuai hasil kajian Tim Appraisal yang dipilih oleh Pemprov sendiri. “Jadi, bukan Dewan yang menentukan besarannya Pemprov sendiri. Kami menegaskan, Dewan itu tidak mempermasalahkan adanya penurunan tunjangan itu tetapi lebih kepada mekanismenya, mengapa malah Pj Sekda menyatakan seolah-olah Dewan ini tidak terima menurunan tunjangan,” tambah Anggota Komisi B DPRD Kalteng ini.

Jadi, jangan seolah-olah karena kesalahan Pemprov sendiri melibatkan orang lain, seolah-olah Dewan yang salah, “Sampai sekarang inikan Pergub tersebut juga tidak disampaikan secara resmi kepada DPRD Kalteng, apa yang mau disosialisasikan,” tegasnya.

Syahruddin menambahkan, jika tidak dikembalikan adanya kelebihan pembayaran tersebut akan menjadi temuan BPK, mengapa dalam LHP BPK RI Tahun 2017 tidak ditemukan pelanggaran. “Kalau begitu kita mau minta catatan temuan BPK. Apa saja yang menjadi temuan BPK, jangan-jangan pihak eksekutif justru yang punya banyak masalah,” tambahnya.

Sementara Wakil Ketua DPRD Kalteng, H Heriansyah meminta agar polemik mengenai Pergub 10 tahun 2018 tersebut dibicarakan secara kelembagaan. “Kita bicarakan secara kelembagaan saja, jangan berpolemik di luar biar terang benderang,” kata Heriansyah. sgh