PALANGKA RAYA/tabengan.com – Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kalimantan Tengah, dari 15 entitas yang diperiksa terdiri dari 13 pemerintah kabupaten, 1 pemerintah kota, dan 1 pemerintah provinsi, semua entitas ini mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), kecuali Pemerintah Kabupaten Katingan yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Kepala BPK Perwakilan Kalteng Ade Iwan Riswana menjelaskan terkait Pemkab Katingan, telah ditemukan nilai saldo kas di Kas Daerah sebesar Rp35 miliar yang merupakan saldo rekening deposito pada PT Bank Tabungan Negara (BTN) saat ini keberadaannya tidak diakui oleh Bank BTN.
Hal ini diungkapkan Ade Iwan Riswana saat BPK RI Perwakilan Kalimantan Tengah menggelar media workshop tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah pasca perolehan opini berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas LKPD tahun 2017 di Aula Gedung BPK Perwakilan Kalteng, Jumat (31/5).
Saat ini, menurut Ade, Pemkab Katingan sedang menempuh upaya hukum dengan melaporkan keadaan tersebut kepada aparat penegak hukum untuk memperjelas keberadaan dana tersebut. Pemkab Katingan belum dapat melakukan penilaian dan penyajian kembali saldo kas di Kas Daerah pada Neraca per 31 Desember 2017 dan Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 2017 sesuai dengan keberadaannya. Karena sampai saat ini proses penyelidikan masih dalam tahap pelaksanaan oleh aparat penegak hukum.
“Artinya, ada deposito 35 miliar tapi diindikasikan tidak diketahui keberadaannya atau bodong. Sekarang sudah ditangani aparat penegak hukum dan BPK tidak terlalu jauh untuk masuk ke dalamnya. Kita hanya sebatas melihat dampaknya terhadap laporan keuangan. Sudah dikonfirmasi ke bank terkait, tapi bank tersebut merasa tidak menerbitkan sertifikat deposito,” ujarnya.
Selain itu, kata Ade, nilai aset tetap tanah di neraca belum termasuk nilai tanah di bawah jalan pada 41 ruas jalan, karena Pemkab Katingan belum menyelesaikan inventarisasi dan penilaian tanah di bawah jalan. BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat tentang nilai tersebut, karena tidak tersedia data dan informasi pada satuan organisasi terkait.
Selain itu, BPK juga masih menemukan kekurangan penerimaan dan kelebihan pembayaran yang terjadi di 15 entitas tersebut. Hal ini harus menjadi perhatian serius kepada seluruh Pemda, karena jika nilainya terlalu besar, maka dapat melebihi batas toleransi.
Hasil pemeriksaan tersebut, kata Ade, total kasus kerugian daerah atau kelebihan pembayaran Rp34 miliar dan yang telah disetorkan ke kas daerah Rp8,6 miliar, sehingga yang belum disetor adalah Rp25,5 miliar.
Dikatakan Ade, BPK juga telah memberikan rekomendasi yang bertujuan, untuk mencegah terulangnya permasalahan yang sama pada periode berikutnya pada pengelolaan keuangan daerah. Pemda wajib menindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi yang diberikan BPK, selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima.
Ade mengingatkan jika permasalahan ini tidak segera ditindaklanjuti, maka besar kemungkinan akan menumpuk dan penyelesaiannya akan berlarut-larut. Untuk itu, ia berharap agar Pemda melalui Inspektorat secara proaktif melakukan penagihan dan segera melakukan penyetoran ke kas daerah. m-sms