Hukrim  

Tipikor, Wali Kota Sebut Sekda Hendak Pinjam Uang pada Bendahara

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Wali Kota Palangka Raya H Riban Satya menjadi saksi perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palangka Raya, Rojikinnor Jamhuri Basni dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (12/7).

Riban mengakui Sekda hendak meminjam uang ke Bendahara Sekretariat Daerah (Setda) Palangka Raya untuk dana kegiatan komunikasi akhir tahun dengan lembaga pemerintah lainnya.

Terkait perkara dugaan korupsi, Riban berada di Kota Yogyakarata saat mendapat telepon dari Kabag Keuangan Setda Palangka Raya, Deni Hasangen yang memberitahukan adanya penangkapan orang suruhan Sekda saat mengambil uang pungutan.

Sekembalinya ke Kota Palangka Raya, Riban mendapat penjelasan dari Rojikinnor yang mengaku hendak meminjam uang pada Bendahara, bukan untuk keperluan pribadi melainkan pendanaan kegiatan komunikasi akhir tahun dan tahun baru dengan komponen pemerintah lainnya.

Riban memahami permintaan Sekda lantaran Setda Palangka Raya tidak memiliki dana operasional untuk kegiatan seperti itu. “Kita (Wali Kota) ada dana operasional. Setda tidak ada,” jujur Riban.

Untuk peminjaman dana dari Bendahara, Riban menyebutnya sebagai bon hutang yang wajib dikembalikan. Riban mengaku tidak ada laporan mengenai sumber dana maupun lembaga mana yang ikut serta kegiatan komunikasi. Riban beralasan kegiatan di luar tugas pokok fungsi Sekda tidak harus dilaporkan kepada Wali Kota. “Biasanya tidak ada masalah bila masih dalam koridor kewenangannya,” tutur Riban.

Saksi lain yakni mantan Kasubag Keuangan dan Aset Disperkim Kota Palangka Raya, Diana, mengakui adanya kode LK (Lapor Kadis) dan angka pada Nota Pengeluaran Dinas (NPD) sudah ada sejak bertugas di Disperkim, namun tidak tahu siapa yang menulis atau tujuannya karena merupakan urusan Bendahara.

Mantan Bendahara Pengeluaran Disperkim Kota Palangka Raya, Karyadi, menyebut kode LK adalah upaya Kepala Dinas mendapat penjelasan realisasi kegiatan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Dana yang diambil dari NPD bukan pemotongan, melainkan disisihkan untuk dana partisipasi untuk kegiatan insidentil di luar anggaran seperti iklan, sumbangan, karangan bunga, dan sebagainya.

Karyadi memastikan selama di Disperkim, tidak ada yang menolak penyisihan dana NPD karena berguna untuk tujuan bersama dan bukan untuk pribadi.

Rojikinnor dalam tanggapannya menyatakan penyisihan dana partisipasi tidak hanya berlaku kepada bagian-bagian struktural tertentu. Dia menyebut beberapa kali honor, bahkan uang pribadinya diserahkan kepada Bendahara untuk dana partisipasi sebagai bentuk kerelaan membantu kegiatan.

“Setiap pisah sambut Kapolres, kita berikan bantuan perpisahan,” sebut Rojikinnor.

Demikian pula untuk iklan di media, karangan bunga dan bantuan kepada berbagai pihak. Selama menjabat Kadis maupun Sekda, Rojikinnor tidak pernah memerintahkan Bendahara melakukan pemotongan.

Latar belakang perkara ini adalah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuding Sekda memerintahkan Bendahara Pengeluaran untuk memotong pembayaran belanja masing-masing bagian pada kantor Setda Palangka Raya pada 11 Desember 2017.

Pemotongan pencairan dana pada Bagian Umum, Hukum, Keuangan, Perlengkapan dan Aset, Administrasi Pemerintahan Umum dan Bagian Kesejahteraan Raykat pada Setda Kota Palangka Raya terkumpul uang Rp 50,75 juta yang akan dipergunakan untuk membiayai kegiatan operasional atau taktis Setda Palangka Raya yang tidak ada anggarannya. Masing-masing Kepala Bagian di lingkungan Setda harus menyerahkan sejumlah uang.

Terdakwa memerintahkan Yahya memotong nilai pengajuan NPD, sehingga jumlah uang yang diterima masing-masing PPTK tidak sesuai dengan NPD yang diajukan. Uang hasil pemotongan disimpan dalam brankas kantor Bendahara Pengeluaran.

Tanggal 20 Desember 2017, Sekda memerintahkan Bendahara Pengeluaran menyerahkan Rp30 juta kepada honorer Disperkim Palangka Raya, Aldrich Penyang. Saat Aldrich meninggalkan ruangan bendahara, pihak kepolisian langsung menyergapnya.

JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 12 f, Pasal 12 f jo Pasal 12 A, Pasal 12 e, Pasal 12 e jo Pasal 12 A dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No.31/1999 yang telah ditambah dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. dre