PALANGKA RAYA/tabengan.com – Setiap memasuki musim kemarau, Kalimantan Tengah tak terkecuali Kota Palangka Raya selalu menjadi sorotan publik karena kerap terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan kabut asap.
Berdasarkan data BPBD Kota Palangka Raya, tercatat dari Januari hingga 23 Agustus 2018 ini, ada 33 kejadian dengan luas lahan yang terdampak kebakaran sekitar 71,5 hektare.
Menyikapi hal tersebut Ketua DPRD Kota Palangka Raya Sigit K Yunianto mengatakan, kejadian tersebut harus menjadi perhatian semua kalangan. Meskipun memang tidak terlalu luas, namun itu akan memicu kebakaran lebih banyak lagi apabila tidak dilakukan pengawasan dengan intensif.
“Artinya hanya kejadiannya saja yang terbanyak, tetapi luasannya terdampak tidak terbesar. Tapi tetap hal ini harus menjadi perhatian Pemerintah Kota Palangka Raya,” kata Sigit, belum lama ini.
Dia juga meminta masyarakat Palangka Raya tidak membuka lahan atau kebun dengan membakar, namun mencari solusi lain misalkan dengan menggunakan bahan kimia seperti roundup.
“Solusi lain, seperti menggunakan semprot roundup, itu malah lebih bagus. Karena tanaman yang sudah mati akan menjadi pupuk alami setelah pembusukan,” tukasnya.
Sementara menurut data tersebut kabupaten yang luas kebakarannya terbanyak ialah Kabupaten Kapuas yakni 683,1 ha, disusul Kotawaringin Timur seluas 663,7 ha. Sementara kabupaten yang paling sedikit mengalami karhutla ialah Kabupaten Gunung Mas yakni hanya setengah (0,5) ha.
Sebelumnya, Kepala Bidang Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangka Raya, Henora Koffeno mengatakan, warga Palangka Raya perlu memancing hujan buatan untuk modifikasi cuaca. Melihat suhu kemarau yang saat ini sangat kering, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kebakaran pada hutan dan lahan yang bergambut, diperlukan secara dini upaya penyemaian untuk membuat hujan buatan.
“Seperti kebakaran di kawasan Petuk Katimpun Palangka Raya, titik-titik api terlihat menyebar, sehingga petugas kesulitan melakukan pemadaman. Kondisi ini akibat struktur area lahan yang sangat kering dan mudah terbakar,” kata Koffeno. m-rgb