Kisah Mambang Tubil Selamat di Palu

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Ketua Harian Daerah Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah Dr Mambang I Tubil SH MAP, salah satu warga Kalteng, yang ikut menjadi korban selamat atas bencana alam gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9).

Mambang memberikan kesaksian atas musibah itu dalam ibadah Minggu (30/9), di GKE Gereja Victoria, Jalan Kencana IV Palangka Raya.

Mantan anggota DPRD Kota Palangka Raya ini ke Palu memenuhi undangan Kementerian Pendidikan sebagai utusan dari DAD Kalteng. Sebelum gempa dan tsunami datang, Mambang baru 20 menit masuk kamar Swis-Belhotel Palu. Tiba-tiba di dalam kamar terjadi guncangan hebat, dan seketika itu juga ia bersama tamu hotel lainnya dipandu mencari tempat lebih tinggi.

“Saya baru pertama kali merasakan guncangan gempa yang begitu keras. Dulu saya pernah merasakan gempa di Jakarta, tapi tidak sekeras ini,” katanya.

Setelah bersama warga lain membaur di tempat yang lebih aman, secara tidak sengaja ia bertemu anggota TNI yang mengenalinya ketika masih aktif sebagai anggota DPRD Palangka Raya.

Diapun lalu dievakuasi ke tempat pengungsian dan keesokan harinya diberangkatkan ke Makassar, Sulawesi Selatan, sebelum terbang kembali ke Jakarta dan ke Palangka Raya bertemu dengan keluarga.

Warga Sampit Khawatir
Bencana gempa dan tsunami yang melanda Kota Palu dan sekitarnya di Sulawesi Tengah juga membuat panik warga di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.

Dede (27), warga Kecamatan Mentawa Baru Ketapang mengaku sempat kehilangan kontak dengan suaminya yang bertugas di Palu ketika bencana terjadi. “Pasca beberapa menit setelah kejadian saya langsung mencoba suami saya, namun tidak tersambung,” ungkapnya, kepada Tabengan, Minggu (30/9).

Dede menceritakan, suaminya sudah hampir 6 bulan bertugas di perusahaan finance di Palu. Sebelum kejadian, suaminya sempat mengirimkan video keindahan pantai Talise. Dede mulai merasa panik pasca berita gempa muncul, beredar video yang memperlihatkan kantor tempat suaminya bertugas yang roboh karena gempa.

“Dalam video itu saya masih melihat mobil suami saya parkir di halaman. Saat itu saya hanya bisa berdoa semoga suami baik-baik saja,” terangnya. Beruntung, meski telekomunikasi sempat terputus, sehari setelah kejadian suaminya menelepon dan memberitahukan dia selamat.

Sementara itu, seorang warga Kotim asal Kecamatan Cempaga, Desi Wulandari (27), juga masih terjebak tidak bisa keluar dari Kota Palu. Bahkan ketika kejadian sampai pasca kejadian, Desi yang berprofesi sebagai wartawati Radar Sampit ini sempat tidak bisa dihubungi dan tidak diketahui kondisinya.

Titin (26), keluarga Desi, menuturkan hingga Sabtu (29/9), ia kehilangan kontak dengan Desi. Untungnya banyak pihak yang membantu pencarian mulai dari rekan kerja Desi sampai pihak Kepolisian Kotim yang melacak keberadaan Desi dari nomor ponsel Desi. Saat itu terlacak posisi Desi berada di Palu Selatan.

“Kami sangat panik, selain tidak bisa dikontak banyak foto korban yang beredar. Jadi saat itu perasaan kami tidak karuan,” jelasnya.

Baru sekitar Minggu dini hari, menurut Titin, Desi mengontak keluarganya dan pimpinan kantornya. Ia memastikan saat ini kondisinya baik-baik saja dan sedang berusaha pulang ke Sampit. Ia berharap keluarganya tersebut bisa segera pulang kembali ke Sampit dan berkumpul lagi dengan keluarga. c-may/rjt