Borneo  

PM Noor Ahli Strategi dan Bapak Pembangunan dari Kalimantan

BANJARMASIN/tabengan.com – Pemerintahan Belanda agaknya masih belum terima dengan diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945. Belanda yang sebetulnya sudah menyerah dari tentara Jepang di wilayah Hindia-Belanda tahun 1942 rupanya berupaya menancapkan lagi kekuasaannya pascakemerdekaan RI.

Jepang masuk ke wilayah Hindia-Belanda salah satunya melalui wilayah timur Borneo pada awal 1942. Borneo adalah sebutan di masa kolonialisme untuk Pulau Kalimantan. Penyebutan Borneo merujuk pada Kesultanan Brunei yang wilayahnya berada di bagian utara pulau terbesar ketiga dunia itu.

Setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan, pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Sukarno dan Mohammad Hatta juga menyusun struktur pemerintahan tingkat daerah. Wilayah Kalimantan waktu itu belum dibagi menjadi beberapa daerah dan dikepalai oleh seorang gubernur.

Pangeran Muhammad Noor ditunjuk menjadi Gubernur pertama Kalimantan. PM Noor merupakan keturunan raja kesultanan Banjar.

Sebelum kemerdekaan RI, PM Noor juga terlibat dalam Badan Penyelidik Upaya Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) Indonesia dan juga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebelumnya dia merupakan anggota Volksraad (parlemen pada era kolonial) pada 1931-1939.

“Salah satu andil PM Noor adalah menyokong bentuk negara kesatuan berbentuk republik, bukan federal. PM Noor juga turut serta berjuang lewat jalur militer dalam upaya menggagalkan pembentukan negara Borneo oleh Van Mook di tahun-tahun berikutnya,” papar guru besar UPI Prof Helius Sjamsuddin

Meski pemerintahan Kalimantan saat awal kemerdekaan berpusat di Yogyakarta, namun strategi PM Noor terbukti mampu mengusir tentara Belanda yang mencoba mendekat. Menurut Prof Helius Sjamsuddin, Belanda lewat NICA (Netherlands Indie Civil Administration) menyusup ke Kalimantan dan Indonesia timur dengan mendompleng pasukan Australia. Tokoh pimpinan tentara Belanda saat itu adalah Dr. H.J. van Mook.

Di kemudian hari, Van Mook menawarkan konsep federalisme untuk kembali bercokol di Indonesia. “Tapi tak semua muslihat itu diamini, sehingga muncul perlawanan-perlawanan di berbagai daerah,” tulis Helius dalam makalahnya, Kiprah Perjuangan dan Pengabdian Ir Pangeran Mohamad Noor dalam Dinamika Sejarah Bangsa.

PM Noor kemudian berkirim surat kepada KSAU saat itu, Komodor Udara Suryadi Suryadarma. PM Noor meminta bantuan pasukan penerjun payung untuk membantu perjuangan rakyat Kalimantan. Tak hanya itu, pasukan tersebut juga diminta membuat stasiun radio guna memperlancar komunikasi ke Yogyakarta.

Suryadarma langsung menyanggupi permintaan PM Noor tersebut. Sebanyak 12 orang disiapkan untuk diterjunkan ke Kalimantan. Mayor Udara Tjilik Riwoet ditunjuk untuk mempersiapkan prajurit-prajurit AURI yang akan diterjunkan.

“Dengan pesawat Dakota RI-002 yang diterbangkan Bob Freeberg dan kopilot Opsir Udara III Suhodo, pada 17 oktober 1947 dinihari pesawat itu take off dari Pangkalan Udara Maguwo, terbang menuju Kalimantan,” tulis Adityawarman Suryadarma dalam buku Bapak Angkatan Udara, Suryadi Suryadarma.

Penerjunan pertama di Kalimantan itu berlangsung pada 17 Oktober 1947 yang kemudian diperingati sebagai Hari Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU. Sebelumnya nama dari kesatuan tersebut adalah Pasukan Gerak Tjepat (PGT).

Pesawat yang membawa para penerjun payung itu kini dipajang di Bundaran Pancasila, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Adapun Pangkalan Udara Iskandar diambil dari nama salah satu penerjun yang gugur kala itu.

Keterlibatan PM Noor dalam perjuangan mempertahankan NKRI lewat jalur militer tak cuma itu. Sebelumnya sebagai gubernur Kalimantan yang berpusat di Yogyakarta, dia mengirim rombongan ekspedisi Rahadi Usman ke Kalbar (1945), mengirim rombongan ekspedisi Firmansyah, Kapten Mulyono, Mustafa Ideham ke Kalsel; Tjilik Riwut ke Kalteng (1946) dan pembentukan pasukan MN 1001.

Pasukan MN 1001 merupakan kelompok gerilya dengan jumlah pasukan dan kemampuan penguasaan wilayah terbesar kedua setelah ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia di Kalimantan Selatan 1945-1949. MN 1001 dibentuk di Yogyakarta pada 20 Oktober 1945 oleh PM Noor sebagai bagian dari TRI. Arti MN 1001 adalah “Pasukan Muhammad Noor dengan seribu satu akal atau jalan” untuk mencapai kemerdekaan bagi Pulau Kalimantan.

“Bapak PM Noor lah yang mengkoordinir semua perjuangan, mengatur siasat perjuangan untuk merebut Kalimantan dari tangan penjajah,” tulis mantan Komandan Pasukan MN 1001 Mayor Tjilik Riwut dalam buku Ir PM Noor, Teruskan Gawi Kita Balum Tuntung.

Pada masa awal pemerintahan Sukarno, PM Noor yang juga lulusan Technisce Hooge School Bandung didapuk menjadi Wakil Menteri Perhubungan dan Pekerjaan Umum periode 1945-1950. PM Noor kemudian menjadi Menteri Pekerjaan Umum pada masa Kabinet Ali Sostroamidjojo tahun 1956-1959.

Buah karyanya saat itu antara lain adalah Waduk Riam Kanan di Kalimantan Selatan, Waduk Karangkates di Jawa Timur, Proyek Pasang Surut di Kalimantan dan Sumatera, hingga PLTA Riam Kanan. Namanya kini diabadikan dalam PLTA Riam Kanan.

PM Noor dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan keputusan Presiden Jokowi. Pemberian gelar tersebut berlangsung di Istana Negara, Kamis (8/11). d-com