Tabengan.com – Bila cerai dianggap sebagai penyelesaian suatu masalah hubungan paling ideal bagi generasi sebelumnya, lain halnya dengan milenial. Generasi yang satu ini justru menganggap tabu praktik perceraian.
Dalam sebuah riset berjudul “The Coming Divorce Decline” (2018), Profesor Sosiologi Universitas Maryland, Philip N. Cohen menemukan turunnya angka perceraian hingga 18 persen di Amerika Serikat (AS) dari 2008 hingga 2016 dan diprediksikan akan terus menurun.
Dari turunnya angka perceraian tersebut, generasi milenial dianggap sebagai pihak yang paling berkontribusi. Soalnya, pada riset terdahulu secara umum, Cohen memaparkan, generasi sebelumnya (Baby Boomers) punya tingkat cerai yang lebih tinggi meski tak meningkat.
Milenial cenderung tak suka bercerai setelah menikah diduga, karena perangai mereka yang selektif dan perfeksionis dalam menjalin hubungan. Generasi ini memilih menunda menikah untuk fokus membangun basis keuangan dan karier yang menunjang hidup mereka.
“Salah satu alasan turunnya angka perceraian adalah karena populasi orang yang menikah semakin tua lebih berpendidikan,” tutur Cohen dilansir Bloomberg.
Di sisi lain berkurangnya tren perceraian juga sejalan dengan semakin langkanya pernikahan. Meski begitu, pernikahan yang jumlahnya lebih sedikit pada generasi milenial ini cenderung lebih stabil karena ditunjang dengan perfeksionisme hidup mereka dalam pendidikan, karier, dan keuangan.
“Pernikahan kini lebih dipandang sebagai suatu pencapaian dalam status ketimbang sesuatu yang biasa dilakoni orang-orang,” ujar Cohen.
Hal ini juga berarti, pada generasi milenial, pernikahan berubah menjadi lembaga eksklusif yang hanya sebagian orang saja yang bisa melakukannya.k-com