Isu TKA ‘Gorengan’ Tahun Politik

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kalimantan Tengah Juliasman Purba menyebut isu maraknya Tenaga Kerja Asing (TKA) layaknya ‘gorengan’ di tahun politik saat ini.

“Lebih banyak tenaga kerja asal Indonesia di Hongkong daripada mereka (TKA) di sini,” sebut Juliasman di Aula Kanwil Kemenkumham Kalteng, Kamis (10/1).

Juliasman mengakui seringkali ada TKA dari beberapa negara yang tertangkap kemudian dideportasi ke negara asalnya. Menurut Juliasman, saat ini tidak ada larangan bagi warga negara asing untuk bekerja di Indonesia, demikian pula sebaliknya.

“Jauh lebih banyak warga negara Indonesia di Hongkong daripada warga negara China di Indonesia. Jangan dibalik, warga kita lebih banyak bekerja di sana,” cetus Juliasman.

Dia menyebut ada perjanjian antarnegara yang mengizinkan warga negaranya untuk saling bekerja di negara sahabat. “Hanya batasan dari spesifikasinya. Tahap apa dia bekerja. Tingkat skill (keterampilan). Jangan pekerjaan yang bisa kita kerjakan, kita berikan kepada mereka (TKA),” jelas Juliasman.

Sebelumnya, Juliasman dalam sambutannya saat acara serah terima jabatan mengisahkan ketika menjabat sebagai Kakanwil Sulawesi Tengah sempat mendengar penyebaran isu adanya TKA asal Tiongkok sebanyak 10.000 orang yang bekerja di wilayah tersebut.

Setelah melakukan pengecekan ke lapangan, tidak ada temuan maraknya TKA seperti yang disebarkan dalam isu tersebut. “Tahun ini tahun apa bapak dan ibu? Tidak perlu dijelaskan, tahun ini penuh dengan ‘gorengan-gorengan’,” seloroh Juliasman.

Untuk Kalteng, Juliasman menyebut kemungkinan ada sebagian masyarakat yang resah dengan isu maraknya TKA. “Itu karena salah persepsi saja,” kata Juliasman.

Selain itu, Juliasman juga menyampaikan alternatif solusi mengatasi maraknya jumlah warga binaan yang melebihi daya tampung pada Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

“Misalnya melakukan pencurian, suruh aja dia (pelaku) jadi pasukan kuning pembersihan kota. Sanksi sosialnya lebih bagus daripada dia dipenjara,”ucap Juliasman usai acara serah terima jabatan (sertijab) di Aula Kanwil Kemenkumham Kalteng, Kamis (10/1).

Juliasman yang sudah 6 kali menjabat sebagai Kakanwil Kemenkumham itu menggantikan Plt Kakanwil Kemenkumham Kalteng, Budi. Usai acara sertijab, Juliasman kepada wartawan mengaku tidak sepaham dengan ide penambahan ruangan atau bangunan penjara sebagai solusi mengatasi kelebihan penghuni Rutan dan Lapas.

“Anda setuju kalau di Kota Palangka Raya dibangun 10 penjara baru? Saya yakin anda tidak setuju,”yakin Juliasman.

Apalagi seringkali terjadi pelanggar hukum setelah menjalani pemenjaraan belum tentu berkelakuan lebih baik ketimbang sebelum masuk penjara. “Kita harus merubah sistem peradilan kita. Yang kita harapkan ke depan, tidak semua pelanggar hukum harus dipidana. Prinsip di KUHAP balas dendam, anda salah anda dipenjara,” tutur Juliasman.

Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu alternatif adalah membuat sistem peringkat atau tingkatan sanksi bagi pelanggar perkara tertentu. Dengan mengambil contoh negara tetangga yang membuat pembinaan dengan memenjarakan, melainkan memberi sanksi kerja sosial untuk pelanggar hukum tingkat ringan. Sanksi kerja sosial dianggap lebih bermanfaat dan mendidik baik untuk pelaku pelanggaran dan masyarakat sekitarnya.

Dia memandang Kemenkumham tidak dapat melaksanakan pembinaan terhadap para pelanggar hukum tanpa adanya tanggung jawab bersama, khususnya dari instansi terkait terutama pemerintah daerah.

Juliasman menyebut Kemenkumham hanya menumpang tinggal di Kalteng untuk membantu membina masyarakat Kalteng yang terjerat proses hukum dan ditahan pada Rutan dan Lapas.

“Kalteng tingkat kriminalitasnya tidak setinggi wilayah lain. Kalau di daerah lain, jangankan masyarakat, seluruh aparatur sudah terjamah narkoba. Mudah-mudahan di sini gak begitu,” pungkas Juliasman. dre