PALANGKA RAYA/tabengan.com – Murahnya harga karet di kota Palangka Raya, dikeluhkan para petani. Terlebih mereka yang menggantungkan hidupnya dari komoditas ini. Salah seorang petani karet asal Tumbang Rungan, mama Agus, mengaku harga karet tak kunjung membaik selama beberapa tahun ini. Mereka membuatnya harus beralih profesi menjadi penangkap ikan.
“Bingung juga saya kenapa harga karet ini paling naik sampai Rp7 ribuan saja, tidak seperti dulu lagi,” kata Mama Agus, pekan kemarin. Belum lagi pada saat musim penghujan, kebun karet milik warga di kawasan itu turut terendam dan tidak bisa disadap. Untuk memenuhi kebutuhan, banyak warga beralih profesi menjadi nelayan ataupun bekerja serabutan di dalam kota Palangka Raya untuk menyambung hidup.
“Ada yang jadi nelayan, ada juga yang memilih bekerja serabutan di Palangka untuk dapat uang buat makan,” katanya. Menanggapi hal tersebut, Kepada Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kalteng, Jenta mengatakan, harga karet memang selalu berfluktuasi.
“Karet ini juga hampir sama seperti kebutuhan pokok karena begitu banyak mata rantainya,” ujarnya. Hal tersebut, lanjutnya, akan membuat perbedaan harga jika petani menjual ke pengepul daripada menjual langsung ke pabrik karetnya. Hal itu membuat selisih harga, sehingga terkadang petani merasa dirugikan.
“Berhubung ini para pengepul beli di tempat, kemudian pengepul lagi yang mengantar ke pengepul lainnya, setelah itu baru ke pabrik. Jadi akan ada selisih harga” tuturnya. Iapun mengharapkan masyarakat langsung menjualnya ke pabrik, sehingga selisih harganya tidak terlalu jauh. Dengan begitu masyarakat bisa menikmati harga karet dengan sepantasnya. “Kalau bisa masyarakat menjual langsung saja ke pabrik agar mendapatkan harga terbaik,” harapnya. ybs