PALANGKA RAYA/tabengan.com – Kasus HIV/AIDS rentan menyerang siapa saja, khususnya orang dengan perilaku berisiko. Tercatat, selama 2019 ada 280 kasus HIV/AIDS di Kalimantan Tengah. Masalah terbesar pun muncul, HIV/AIDS tidak hanya ditemukan di kalangan wanita penjaja seks, tapi sudah menyebar sampai ibu rumah tangga.
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kalteng Rusini Anggen menjelaskan, KPA Kalteng bersama dengan para mitra terkait seperti KPA Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Kalteng, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan diskusi permasalahan yang dihadapi dalam penanganan kasus HIV/AIDS di masing-masing daerah. Masalah yang dihadapi kabupaten/kota terkait mekanisme pelaporan.
Selama ini data kasus dilaporkan secara online melalui SIHA (Sistem Informasi HIV/AIDS), namun sebagian besar kabupaten mengaku terkendala karena beberapa hal teknis, sehingga data kasus terbaru tidak berhasil dilaporkan ke tingkat provinsi.
“Pada pertemuan lalu, hasil laporan secara manual pada periode Januari-Juni 2019 didapatkan penambahan kasus HIV/AIDS sebanyak 280 kasus baru, yang terdiri dari 181 HIV dan 99 AIDS,” kata Rusini di Palangka Raya, Rabu (4/9).
Selama beberapa tahun terakhir, terang Rusini, kasus HIV/AIDS memang terus berhasil dijangkau. Pada 2016 kasus HIV/AIDS mencapai 835, terdiri dari HIV 545 dan AIDS 290. Kenaikan kasus tahun 2016 ke 2017 sebesar 234 kasus atau 21,88 persen. Kasus HIV/AIDS mencapai 1.069, terdiri dari HIV 724 dan AIDS 345.
Kenaikan kasus tahun 2017 ke 2018 sebesar 152 kasus atau 12,44 persen. Kasus HIV/AIDS mencapai 1.221, terdiri dari HIV 781 dan AIDS 440. Kenaikan kasus tahun 2018 ke 2019 sebesar 280 kasus atau 18,65 persen. Kasus HIV/AIDS mencapai 1.501, terdiri dari HIV 962 dan AIDS 539.
“Yang lebih mengejutkan, saat ini HIV/AIDS tidak hanya menyebar di antara mereka yang berisiko tinggi (PSK dan pelanggan), namun data menunjukkan di tahun 2019 virus ini telah menyebar pada ibu rumah tangga, ibu hamil, aparatur sipil negara (ASN) dan TNI/Polri. Penyebaran yang sudah sampai ibu rumah tangga dan ibu hamil inilah, membuat diskusi dilakukan,” lanjut Rusini.
Kendala terbesar, tambah Rusini, stigma dan diskriminasi masih menjadi kendala terbesar dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS. Tidak jarang, stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV justru datang dari petugas kesehatan sendiri.
Penguatan layanan konseling dan tes HIV/AIDS di daerah sangat diperlukan. Konseling dan tes wajib dilakukan, mengingat masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk akses layanan kesehatan, maka diharapkan petugas kesehatan dapat bertindak aktif.
Adanya tenaga penjangkau dan pendamping tentu sangat membantu untuk menemukan kasus baru. Hal ini kiranya dapat menjadi perhatian setiap daerah, dan diharapkan seluruh stakeholder berperan aktif dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di wilayah kerja masing-masing berkoordinasi dengan KPA. ded