Tabengan.com – Sebagai aplikasi messaging terpopuler dengan jumlah pengguna sekitar 1,5 miliar, WhatsApp memang menggoda para penjahat siber. Tak cuma itu, otoritas pun gerah dengan sistem perlindungan WhatsApp sehingga terus mengganggunya.
Terbaru, Facebook memperkarakan sebuah perusahaan asal Israel, NSO Group, lantaran membobol keamanan WhatsApp dengan software buatannya. Hal itu seakan menegaskan bahwa WhatsApp kena ancaman serius sehingga harus meminta campur tangan pengadilan.
Menurut Facebook, pegawai NSO Group membuat akun WhatsApp untuk mengirimkan ‘komponen malware’ pada perangkat yang diincar, termasuk melakukan panggilan untuk menanamkan kode jahat secara diam-diam.
NSO kemudian dapat mengambil alih smartphone dari target yang disasar dengan komputer yang mereka kendalikan. WhatsApp menyatakan sudah mengubungi 1.400 user yang kemungkinan terdampak dari serangan ini, termasuk aktivis, jurnalis, pejabat pemerintah dan pihak lain.
Para pengintai, kemungkinan termasuk pemerintahan negara tertentu membeli teknologi dari NSO Group itu untuk kepentingannya. Facebook meminta pengadilan untuk memblokir setiap upaya NSO untuk mengakses sistem WhatsApp maupun Facebook. Pasalnya, aksi semacam itu melanggar privasi dan kemerdekaan individu.
“Harus ada hukum kuat terhadap senjata siber semacam ini untuk memastikan ia tidak digunakan untuk melanggar hak individu dan kemerdekaan orang,” sebut WhatsApp.
Kejadian terbaru ini muncul tidak lama setelah permintaan dari pemerintah Amerika Serikat, Inggris dan Australia agar Facebook membuka akses pada layanan pesannya semacam WhatsApp, Instagram dan Messenger jika dibutuhkan untuk investigasi kejahatan.
Departemen Kehakiman AS sudah lama tidak setuju dengan penyandian pesan karena dianggap menyulitkan pihaknya melawan kaum kriminal. FBI pernah meminta agar Apple membuka pesan iPhone milik tersangka pembunuhan massal di California, yang tidak dikabulkan oleh Apple.
Kini, Facebook jadi sasaran. Facebook seperti disebutkan telah menyediakan enskripsi pada WhatsApp dan rencananya akan memberikannya ke Messenger dan Instagram. Ini yang ditentang penegak hukum di AS dan sekutunya.
Bahkan tak menutup kemungkinan penyandian di WhatsApp diminta dilucuti karena otoritas meminta ada akses backdoor bagi mereka kala menginvestigasi sebuah kejahatan. Jika Facebook ngeyel, maka masyarakat umum yang bisa kena akibatnya.
“Perusahaan tak seharusnya mendesain sistem untuk menghindari akses pada konten, mencegah investigasi kriminalitas yang paling serius. Ini mengakibatkan warga terpapar risiko dengan menurunkan kemampuan perusahaan mendeteksi dan merespons konten ilegal,” tulis Jaksa Umum Amerika Serikat, William Barr dalam suratnya bersama pejabat Inggris dan Australia.
Facebook telah menentang keinginan tersebut. Mereka saat ini sedang berjuang keras agar WhatsApp tetap menjadi layanan yang aman dan tidak ditinggalkan penggunanya.