Keberpihakan kepada Peladang Berada di Tangan Pemda

reses dpd ri ke kalteng
Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang bersama Ketua DPRD Kalteng Wiyatno, tampak berbincang serius, saat audiensi dalam rangka reses, di gedung dewan, Selasa (17/12). ISTIMEWA

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Keberpihakan kepada para peladang di Kalimantan Tengah (Kalteng) berada di tangan pemerintah daerah. Pasalnya, pada pemerintahan sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng pernah mengeluarkan aturan terkait pedoman pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat Kalteng.

Hal ini dijelaskan Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang, saat dibincangi Tabengan, di sela-sela pertemuan dengan DPRD Kalteng, dalam rangka reses, di gedung dewan, Selasa (17/12). Menurutnya, kasus penangkapan para peladang yang terjadi di Bumi Tambun Bungai ini, akan menjadi perhatian pihaknya dari DPD RI.

Terlebih dalam pertemuan dengan DPRD Kalteng kemarin, pihaknya diserahkan secara langsung berkas dari hasil pertemuan DPRD Kalteng dengan sejumlah ormas dan perkumpulan masyarakat Kalteng yang peduli terhadap para peladang yang telah diamankan oleh aparat karena diduga telah melakukan pembakaran ladang.

“Tadi secara resmi Pak Ketua DPRD Kalteng langsung menyampaikan, berkenaan dengan hasil pertemuan kemarin, audiensi dengan beberapa ormas dan perkumpulan yang terkait dengan terkait dengan saudara-saudara kita yang menyangkut lahan atau penahanan selama ini. Dan tadi lengkap berkasnya disampaikan kepada kami dan tentu kami akan menindaklanjuti ini. Kami tadi dipesankan juga oleh Pak Ketua bagaimana kita mencari solusi yang terbaik,” kata Teras.

Gubernur Kalteng periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini menjelaskan, pelarangan tanpa solusi untuk masyarakat kurang baik. Oleh sebab itu, di masa pemerintahannya, langkah yang diambil saat itu dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 52 tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi masyarakat Kalteng.

Namun, dengan terbitnya Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, maka Pergub tersebut kemudian direvisi dengan Pergub nomor 15 tahun 2010 tentang perubahan Pergub nomor 52 tahun 2008.

“Karena melarang tanpa solusikan juga tidak baik, nah tadi saya jelaskan, pertimbangan kita saat itu karena ini kaitannya untuk kepentingan masyarakat, diterbitkanlah Pergub 52 tahun 2008. Namun, karena keluar UU nomor 32 direvisi lagi degan Pergub 15 tahun 2010. Ini sebenarnya bisa menjadi pedoman awal, karena Pergub itu adalah turunan dari Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Masalah Lingkungan Hidup. Jadi kalau kalau itu dinyatakan bertentangan ya tidak benar juga,” terang mantan Ketua Komisi II DPR RI ini.

Pada Pergub itu jelas Teras, sudah mengatur dengan tegas siapa yang boleh membakar, kalau dia membakar harus memperoleh izin. Kemudian kalau membakar dengan luasan dua hektare ke bawah harus melapor kepada kepala desa, selanjutnya kalau lebih dari dua hektare harus melalui camat dan pembakarannya pun harus bergiliran.

“Dalam Pergub yang pernah diterbitkan itu, pembakarannya pun harus dilakukan pada jam tertentu dan dia tidak boleh meninggalkan lahannya sampai lahanya padam. Itukan aturan kita, mengapa kita mengeluarkan aturan itu? Karena masyarakat kita ingin hidup, ingin sejahtera, nah masa kita sebagai pemerintah gak ada solusi,” ungkap Teras.

Meski demikian, Teras mengatakan, pihaknya sebagai perwakilan masyarakat Kalteng yang telah dipercayakan duduk di DPD RI tetap akan memperhatikan apa yang telah disampaikan oleh DPRD, yang diterima langsung dari masyarakat tersebut.

“Kita akan tetap memerhatikan aspirasi yang disampaikan melalui DPRD Kalteng ini, kita berterima kasih karena sejumlah ormas dan perkumpulan sangat peduli terhadap masyarakat kita yang terjerat hukum,” pungkasnya. sgh