Hukrim  

Tersangka Penggelapan BBM Melawan

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Tersangka kasus penggelapan 13 truk tangki bahan bakar minyak (BBM), Jauhari Arifin, melakukan perlawanan terhadap polisi. Melalui kuasa hukumnya, Holy Ch Asmin, Jauhari menempuh jalur hokum pra peradilan. Termohon pra peradilan ditujukan kepada Kapolri, Kapolda Kalteng dan Kapolresta Palangka Raya. Holy Ch Asmin, kuasa hukum tersangka mengatakan jika obyek pra peradilan meliputi penetapan tersangka dan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) yang diserahkan lewat dari tujuh hari.

“SPDP diterbitkan penyidik Polres Palangka Raya pada 22 Juli 2019, diserahkan kepada terlapor pada 30 Desember 2019. Yakni 161 hari setelah SPDP diterbitkan,” kata Holy, Kamis (23/1) sore. Disebutkan, ketentuan hukum yang dilanggar penyidik Polres Palangka Raya, Pasal 109 ayat (1) KUHAP sebagaimana direvisi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XII/2015 tertanggal 11 Januari 2017.

Putusan itu berbunyi: Menyatakan Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” tidak dimaknai “penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”.

Kemudian, Pasal 14 Ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana yang berbunyi: “SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.”

“Dengan dilanggarnya ketentuan terhadap jangka waktu penyerahan SPDP, seluruh proses penyidikan Polres Palangka Raya terhadap Jauhari Arifin sudah semestinya tidak sah dan harus dibatalkan. Praperadilan adalah wujud penegakan Hak Asasi Manusia, yang mana penting bagi Penegak Hukum yang melanggar prosedur untuk dilakukan koreksi, sehingga penyidik dapat bertindak hati-hati dan tidak semena-mena terhadap HAM seseorang baik sebagai pelapor maupun terlapor,” ungkapnya.

Menanggapi praperadilan tersebut, Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Dwi Tunggal Jaladri melalui Kasat Reskrim Kompol Todoan Gultom, mengatakan telah menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi proses persidangan praperadilan. “Tentunya praperadilan adalah hak dari tersangka. Kita tentunya sudah mempersiapkan diri mengenai itu,” tutupnya. fwa