PALANGKA RAYA/tabengan.com – Anak-anak rentan terhadap penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Karenanya, anak wajib diberikan pendidikan tentang bahaya radikalisme dan terorisme sejak dini. Pencegahan tindakan terhadap anak dan pelajar harus dilakukan dengan strategi khusus.
Hal itu diungkapkan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalimantan Tengah melalui Ketua Bidang Agama, Sosial dan Budaya Syamsuri Yusuf. Pernyataan dilontarkan dalam kegiatan fasilitasi penyusunan produk hukum dan perundangan yang mendukung perlindungan anak korban stigmatisasi dan jaringan terorisme, pekan tadi.
“Anak-anak masih hijau dan mudah terpengaruh. Tidak seharusnya dijadikan ‘sandera’ dalam penyebaran paham kekerasan dan terorisme,” tegas Syamsuri.
Kondisi itu, jelasnya, mengharuskan Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), memberikan perlindungan terhadap anak. Tindak pidana terorisme di Indonesia, menjadi fenomena memprihatinkan yang mengancam tumbuh kembang anak, baik sisi kehidupan masyarakat, kepribadian, pemahaman agama, serta nasionalisme.
Tindak pidana terorisme, jelas Syamsuri, merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Karena menimbulkan ancaman, ketakutan, ketidaknyamanan, kekhawatiran, kehancuran, serta menelan banyak korban. Upaya lain yang dilakukan memberikan layanan bagi anak korban, anak pelaku, anak dari pelaku yang terjerat radikalisme, dan tindak pidana terorisme.
“Layanan dalam bentuk pendidikan, nilai kebangsaan maupun ideologi, konseling tentang bahaya terorisme, rehabilitasi sosial, serta pendampingan yang bersifat keibuan, humanistik, dan penuh kasih sayang,” tegasnya.
Pencegahan radikalime, jelasnya, merupakan hal mendasar. Karena itu penyakit. Cara mengatasi itu bisa berupa tindakan preventif dan kuratif. Tindakan pencegahan harus dari dini, yaitu akar. Akar pencegahan radikalisme sebenarnya dari keluarga, kemudian sekolah. Secara bersama pemerintah, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan.
Keluarga merupakan pilar terkecil dalam masyarakat. Sedangkan orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi pembentukan pribadi maupun karakter anak secara individu. Orang tua memegang peranan yang penting dalam mendidik dan memberi pendidikan pada anak-anak.
“Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam membentuk tabiat atau karakter anak. Sejak dini anak sudah dibekali penyadaran tentang pentingnya pemahaman bela anegara, menghargai perbedaan suku bangsa, budaya dan agama. Mengembangkan sikap rasa setia kawan dan menumbuhkan budaya belajar dan bekerja keras,” terang Syamsuri.
Apabila anak memiliki pondasi agama yang kuat serta ajaran yang sesuai dengan kemasyarakatan tersebut, ungkapnya, tentu tidak mudah larut dalam ajakan radikalisme. Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 mengamanatkan anak korban jaringan terorisme perlu mendapatkan perlindungan khusus yang dilakukan.
Perlindungan, jelasnya, melalui edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai nasionalisme. Konseling tentang bahaya terorisme. Rehabilitasi, dan pendampingan sosial. Bagi generasi muda dalam rangka menangkal pengaruh paham dan ajaran radikal melalui penanman jiwa nasionalisme dan kecintaan terhadap NKRI.
“Perkaya wawasan keagamaan yang moderat, terbuka dan toleran. Bentengi keyakinan diri dengan selalu waspada terhadap provokasi, hasutan dan pola rekruitmen teroris baik di lingkungan masyarakat maupun dunia maya,” kata Syamsuri.
Kemudian, papar Syamsuri, membangun jejaring dengan komunitas damai baik offline maupun online untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Bergabunglah di damai.id sebagai media komunitas dalam rangka membanjiri dunia maya dengan pesan-pesan perdamaian dan cinta NKRI. ist/adn