PALANGKA RAYA/tabengan.com – Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja (SE Menaker) terkait persetujuan penundaan dan pencicilan Tunjangan Hari Raya (THR) menuai kontroversi. Serikat Buruh Perkebunan Borneo (SBPB) mendaftarkan permohonan uji materil dengan nomor perkara 01 P/HUM/ 2020/PN.PLK dengan Kemenaker RI selaku Termohon ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Palangka Raya, Senin (11/5/2020).
“SE Menaker itu banci. Hanya menguntungkan pengusaha dan bertentangan dengan peraturan lainnya,” sergah Ketua DPP SBPB, Binsar Ritonga didampingi Sekjen DPP SBPB, Wilson Sianturi.
Dia menyebut ada kejanggalan SE Menaker yang tidak memiliki dasar hukum karena sudah ada Undang-Undang No 13/2003 tentang THR yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 78/2015 tentang pengupahan serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 6/2016 tentang teknis pembayaran THR.
“Jika SE itu arahannya turun ke tingkat Gubernur hingga Wali Kota maka itu memberikan kesempatan pengusaha untuk mengelak membayar THR yang merupakan hak buruh,” sebut Binsar. Poin SE Menaker berisi dialog bersama antara pengusaha dan buruh. Dalam poin SE tersebut menyebut pihak perusahaan harus melampirkan laporan kondisi keuangan perusahaan. “Ini dilematis karena buruh tidak memiliki kewenangan untuk meminta laporan audit perusahaan,” jelas Binsar.
Dia meminta dalam Judicial Review ke MA agar Menaker mencabut SE yang telah diterbitkan. Alasannya, berbeda dengan krisis ekonomi tahun 1950’an atau 1998 yang terjadi kenaikan harga barang meningkat ratusan persen dan terjadi pengurangan produksi ekonomi. Kondisi saat ini hanya mengurangi pergerakan manusia sedangkan produksi dan kegiatan ekonomi tetap dapat dimulai lagi atau dimodifikasi lain.
“SE harus dicabut karena tidak berlandaskan kebutuhan dan niat baik menyelamatkan nasib buruh Indonesia,” tegas Binsar. Dia meyakinkan kepada pekerja atau buruh agar menghubungi DPP SBPB yang telah siap melayani pengaduan terkait masalah THR.
Terpisah, praktisi hukum Parlin Bayu Hutabarat dari LBH Genta Keadilan mengakui terlalu singkat waktu antara menanti putusan uji materiil dengan batas waktu satu minggu batas pembayaran THR sebelum Hari Raya Idul Fitri tanggal 24 Mei 2020. “Tapi harus dimaknai bahwa SE tersebut berlangsung hingga Desember 2020. Jangan sampai ada penundaan pembayaran THR hingga Desember 2020,” papar Parlin. Dia menyebut bila permohonan uji materil dikabulkan dan SE Menaker dicabut, maka para pengusaha harus mematuhi dan segera membayar THR para buruh. “Para buruh sudah bekerja hampir setahun lamanya dan seharusnya menerima THR bulan Mei ini. Pandemi Covid-19 baru mulai sekitar empat bulan lalu. Jadi tidak mungkin pengusaha belum mendapat keuntungan,” pungkas Parlin. dre