PALANGKA RAYA/tabengan.com – Pernyataan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus terkait biaya ratusan ribu hingga jutaan rupiah untuk rapid test dan swab Covid-19 menuai reaksi sejumlah elemen masyarakat. “Kebijakan ini diskriminatif hanya masyarakat yang beruang saja dapat menerima test kesehatan. Jika ditemukan hal-hal yang sifat melawan hukum ya kita bisa layangkan gugatan,” tanggap Aryo Nugroho dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya, Kamis (28/5/2020).
LBH Palangka Raya mengutip Keputusan Direktur No.2709.1/KH-HK/RSUD/05-2019, tertanggal 11 Mei 2020. Keputusan itu tentang pelayanan penanganan Covid-19 melalui pemeriksaan swab di mulai dari Paket I sebesar Rp2.600.000 dan Paket III sebesar Rp3.509.500 yang dibebankan kepada pasien. Sedangkan pemeriksaan dengan rapid test dari Paket I sebesar Rp400.000 hingga Paket III sebesar Rp820.000.
Aryo mempertanyakan argumen terkait penerapan public good atau pelayanan kesehatan gratis dan private good atau pelayanan kesehatan berbayar. Public good disebut sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dan berlaku bagi penderita atau pihak yang diduga berpotensi menyebarkan virus itu. Sedangkan private good dikenakan kepada masyarakat yang bermohon secara pribadi misalnya hanya karena rasa penasaran semata ataupun menjalani tes kesehatan untuk mendapat dokumen kesehatan yang nantinya dipergunakan untuk perjalanan keluar daerah.
Aryo menyebut penerapan test kesehatan berbayar itu tidak seharusnya berbayar terutama bagi Kota Palangka Raya yang telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan berlanjut dengan Pembatasan Skala Kelurahan Humanis (PSKH). “Kebijakan ini kita sudah tahu untuk memutus rantai Covid-19,” sebut Aryo.
Dia beranggapan kebijakan membayar biaya relatif mahal oleh masyarakat yang meminta rapid test maupun swab sebagai diskriminatif karena hanya dapat terpenuhi oleh kalangan masyarakat dengan kemampuan finansial tinggi.
“Berarti yang tidak punya uang tidak boleh pergi karena tidak punya surat jalan dan hasil tes,” kata Aryo. Selain itu, dia menyoroti sudah adanya anggaran dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang seharusnya dapat dioptimalkan untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat. “Dorongan kami Pemda lewat RUSD Doris dan rumah sakit umum lainnya di Kalteng memberi pelayanan kesehatan gratis bagi mereka yang terdampak Covid-19,” pinta Aryo.
Pihak LBH Palangka Raya masih mempelajari terkait kebijakan penetapan tarif rapid test dan swab untuk mencari indikasi perbuatan hukum di dalamnya dan membawanya ke jalur hukum. “Bisa melalui Citizen Law Suit atau ke Pengadilan Perdata dan Tata Usaha Negara untuk mencabut keputusan tersebut. Tapi ini kami harus dalami dulu sesuai peraturan perundangan yang berlaku,” pungkas Aryo. dre