PALANGKA RAYA/tabengan.com – Wabah virus Corona atau Covid-19 masih marak dan terus bertambah dengan adanya klaster baru pada Kota Palangka Raya. Ketua DPC Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Palangka Raya, Suriansyah Halim menyatakan pemerintah daerah harus mulai menerapkan sanksi lebih tegas seperti penerapan pidana atau penutupan tempat usaha bagi pihak yang melanggar protokol kesehatan.
“Setiap orang yang dengan sengaja atau tidak sengaja menghalangi penanggulangan wabah dapat dipidana. Pemerintah juga dapat digugat secara hukum,” cetus Halim, Jumat (5/6/2020).
Dia mencontohkan, saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Kota Palangka Raya hanya mengimbau pemenuhan protokol kesehatan namun tetap membiarkan tempat publik seperti pasar menjalankan aktifitas seperti biasa. Pengelola lokasi bilik Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang seharusnya menyediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer bagi pengunjung juga banyak yang tidak melaksanakan.
Halim mengutip Undang-Undang No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal 14 ayat pertama menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.
Dalam ayat kedua, barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000. Halim menyatakan pemberian sanksi pidana atau sanksi lain tergantung dari tingkat kesalahan.
“Mungkin awal diberi teguran tertulis tetapi jika tetap membadel atau tidak menurut maka berikan sanksi denda hingga pidana yang terberat supaya tidak berulang lagi,” kata Halim.
Demikian pula sanksi bagi tempat usaha yang melanggar protokol kesehatan atau peraturan terkait pencegahan Covid-19.
“Jika tetap membandel maka silakan beri sanksi dari penutupan sementara hingga seterusnya,” tegas Halim.
Tidak hanya pada masyarakat umum maupun pelaku usaha yang harus memenuhi protokol kesehatan, pemerintah selaku penyelenggara juga jangan abai dan membiarkan pelanggaran terus berlanjut. Bila terjadi pembiaran dan tanpa ketegasan, Halim menyebut ada unsur kelalaian pemerintah.
“Jika jelas ada pelanggaran tapi pemerintah tidak mengambil tindakan, maka pemerintah berarti tidak serius atau tidak maksimal mengatasi pandemi ini,” tuding Halim.
Namun, Halim menyatakan belum ada sanksi yang dapat diterapkan pemerintah daerah yang melalaikan tugas.
“Dalam Pasal 10 hanya berbunyi pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1,” tutur Halim.
Dalam hal ini, masyarakat yang merasa dirugikan atau beranggapan pemerintah kurang serius sehingga penderita Covid-19 terus bertambah, dapat mengambil tindakan dan membawa masalah ke jalur hukum.
“Bisa dengan Citizen Law Suit atau gugatan warga negara jika ada beberapa orang atau gugatan sendiri bagi siapapun yang merasa dirugikan,” jelas Halim.
Dia menyebut pemerintah tidak dapat berdalih telah menunjukkan keseriusan dengan membagikan bantuan seperti bantuan sosial, tunai, atau lainnya.
“Bantuan itu sudah tanggung jawab yang wajib diberikan pemerintah tanpa meminta,” tandas Halim mengakhiri percakapan. dre