LBH Mendukung New Normal, Tapi Menolak PSBB

Parlin Bayu Hutabarat

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Terus bertambahnya penderita Virus Corona atau Covid-19 di Kota Palangka Raya membuat pemerintah mempertimbangkan kembali pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Parlin Bayu Hutabarat dari Lembaga Bantuan Hukum Genta Keadilan (LBH GK) menyatakan tidak sepakat dengan PSBB kedua itu.

“Kami lebih mendukung penerapan new normal berbasis protokol kesehatan anti Covid-19. New normal bagi kami adalah ‘jalan tengah’ dalam menyikapi penyebaran Covid-19 yang mengutamakan protokol kesehatan agar dengan new normal produktivitas masyarakat tetap berjalan,” tegas Parlin, Kamis (18/6/2020).

Bukan sekadar debat kusir, LBH GK bahkan telah menyampaikan pendapat mereka pada Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya. “Pada saat pertemuan dalam perumusan persiapan new normal,” beber Parlin.

Pihak LBH GK berpendapat penyelesaian masalah Covid-19 ini dengan menggunakan metode PSBB memberikan dampak buruk bagi produktivitas masyarakat dan pengalaman masa lalu PSBB Palangka Raya yang hasilnya nyaris sia-sia.

Menurut Parlin, yang utama dalam situasi ini ialah masyarakat harus memiliki sikap kesadaran bahwakewajiban melaksanakan protokol kesehatan seperti masker, cuci tangan, dan jaga jarak itu sangat penting untuk memutus atau mencegah penyebaran Covid-19.

“Maka demikian kami mendukung penerapan new normal berbasis protokol kesehatan anti Covid-19,” ucap Parlin.

Dengan dukungan semua elemen masyarakat untuk mendukung dan taat melaksanakan protokol kesehatan agar semua warga masyarakat Palangka Raya dapat terhindar dari wabah Covid 19. Caranya dengan menumbuhkan dan menggalakkan gerakan pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak serta hindari kerumunan untuk mencegah penularan Covid-19.

“Dan yang terpenting lainnya ialah harus ada informasi resmi dari pemerintah mengenai zonasi atau area spesifik yang rawan penyebaran Covid-19 agar ada bentuk peringatan dini bagi masyarakat,” sebut Parlin.

Pembahasan peraturan penerapan new normal sebaiknya harus dirumuskan pemerintah bersama dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, pelaku usaha, tenaga pendidik, dan stakeholder (pengambil kebijakan) agar ada persamaan komitmen dalam penerapan protokol kesehatan dan harus diformulasikan metode penerapan sanksi agar masyarakat taat menjalankan protokol kesehatan. Terkait sanksi terhadap pelanggar protokol new normal tidak melulu pemidanaan yang saat ini berusaha keras dihindari pemerintah.

“Bisa sanksi dalam perspektif administrasi misalnya pencabutan izin usaha atau data kependudukan,” saran Parlin.

Dalam praktiknya, Parlin berharap pemerintah jangan hanya menitikberatkan pada masalah anggaran pelaksanaan new normal.

“Seharusnya mengoptimalkan aparatur yang ada dengan melibatkan aparatur yang paling terendah. Keberhasilan penanganan Covid-19 ini bukan hanya pada ada atau tidaknya anggaran, tetapi yang utama ialah menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat untuk berbudaya dan berperilaku hidup sehat dengan mengutamakan protokol kesehatan anti Covid-19,” pungkas Parlin. dre