PALANGKA RAYA/Tabengan.com – Kepala Kejaksaan Negeri Palangka Raya Zet Tadung Allo selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) memimpin langsung pembacaan dakwaan dugaan perkara korupsi sumur bor saat sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya, Kamis (16/7).
“Arianto selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Tengah telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1.397.355.190 dan Mohammad Seman selaku Konsultan Pengawas dari PT Planternal Jasaprananta merugikan negara Rp87.754.544,” ungkap Zet.
Persidangan itu juga diawasi Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) melalui perekaman audio dan video yang dilaksanakan pihak Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.
Zet yang juga mantan penyidik KPK itu mengakui, Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri turut disebutkan dalam surat dakwaan JPU.
“Sekda termasuk saksi yang nanti akan dihadirkan pada waktunya,” tegas Zet.
Fahrizal Fitri sebelumnya adalah Kepala DLH Kalteng selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dana Tugas Pembantuan untuk kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) Tahun Anggaran 2018 yang menunjuk Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada DLH Kalteng, Arianto sebagai PPK II.
Pelaksanaan proyek sumur bor sebanyak 700 titik di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau seharusnya secara swakelola oleh Masyarakat Peduli Api (MPA), tapi Arianto justru menunjuk pihak ketiga yang tidak berhak untuk menjadi pelaksana. Mohammad Seman kemudian melaporkan sejumlah pengawasan yang ternyata fiktif, tapi tetap menerima pencairan anggaran.
“Mereka (terdakwa) melakukan pengawasan fiktif dan mencairkan anggaran dengan pertanggungjawaban administrasi saja,” jelas Zet.
Dua terdakwa sempat menjalani penahanan badan pada akhir Januari 2020 dan sejak April 2020 telah dialihkan statusnya menjadi tahanan kota.
“Karena persidangan tertunda terus karena Covid-19, sehingga tahanan badan dialihkan menjadi tahanan kota,” kata Zet.
Menurut Zet, perkara korupsi ini tidak saja merugikan keuangan Negara, tapi juga mengganggu proses penanganan kebakaran hutan dan lahan tahun 2019 yang berimbas pada bencana asap yang menyengsarakan masyarakat banyak. “Banyak sumur bor fiktif atau tidak berfungsi karena tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak,” terang Zet.
Bahkan, belasan peralatan pompa air yang seharusnya digunakan untuk pembasahan lahan ditemukan masih dalam keadaan terbungkus plastik dan tidak pernah terpakai dalam gudang kelurahan.
“Kami akan mengajukan eksepsi. Intinya agar dakwaan menjadi lebih jelas saja,” tanggap Rahmadi G Lentam, selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa bagi Arianto.
Rahmadi menegaskan bahwa 2 terdakwa itu belum tentu bersalah dan harus dibuktikan berdasarkan fakta persidangan. Karena Mohammad Seman tidak memiliki PH, maka Majelis Hakim menunjuk Ipik Haryanto sebagai PH dalam sidang berikutnya. dre