Sidang Korupsi Sumur Bor, Masyarakat Peduli Api Dihadirkan Jadi Saksi

SAKSI - Sidang perkara dugaan korupsi sumur bor mendengar keterangan sejumlah saksi dari Masyarakat Peduli Api (MPA) pada Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (27/8).TABENGAN/YULIANUS

PALANGKA RAYA/tabengan.com- Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Tengah Arianto, selaku terdakwa perkara dugaan korupsi sumur bor mendengar keterangan sejumlah saksi dari Masyarakat Peduli Api (MPA) pada Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (27/8).

“Pada umumnya saksi menghindar. Dalam BAP mereka mengaku membenarkan, menandatangani proposal, menandatangani pencairan. Tapi ujungnya mengaku tidak baca BAP,” kata Rahmadi G Lentam, Penasihat Hukum terdakwa Arianto.

Dalam persidangan, terdapat 6 saksi memberatkan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum. Mereka merupakan pelaksana pekerjaan di lapangan yang berasal dari MPA bentukan masyarakat. Namun, terungkap bahwa saksi-saksi tersebut baru membentuk MAP beberapa saat sebelum proyek berlangsung agar mendapat bagian pekerjaan dalam proyek. Meski berembel-embel MPA, ada pula saksi yang mengaku yang penting mendapat pekerjaan dan tidak terlalu peduli pada api.

Saksi Garutak mengaku, membentuk dan menjadi Ketua MPA Desa Pilang I Pulang Pisau setelah Wiwin yang merupakan sepupu istrinya menawarkan kerja sama pembangunan sumur bor sebanyak 150 titik. Meski ada proposal pengajuan dari MPA Pilang I, ternyata Garutak mengaku hanya menandatangani dan tidak tahu apa isinya.

Bahkan, uang sekitar Rp300 juta dari DLH Kalteng dicairkan lewat rekeningnya tapi diambil oleh Wiwin. Garutak mengaku hanya memperoleh Rp50 juta atas jasa membangun 50 titik sumur bor Jalan Hiu Putih Kota Palangka Raya.

Saksi M Adel juga menandatangani proposal sebagai Ketua MPA Pilang II karena suruhan Garutak.

“Tidak mengerti kerja MPA apa. Taunya gali sumur bor aja. Saya pekerja sebagai buruh,” ujar Adel.

Bersama 15 orang rekan kerjanya, dia membangun 150 titik sumur bor dan mendapat upah sekitar Rp10 juta. Demikian pula saksi Udeng yang menjadi Ketua MPA di Tumbang Nusa kisahnya nyaris serupa. Tapi meski dalam laporan telah mengerjakan sumur bor, sebenarnya MPA Buntoi yang melaksanakannya di lapangan sesuai arahan Wiwin.

Usai persidangan, Rahmadi menyebut keterangan para saksi tidak sejalan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik.

“Secara hukum mereka harus ikut bertanggung jawab,” kata Rahmadi.

Demikian pula kerapnya nama Wiwin disebut para saksi berperan besar di lapangan dan sudah selayaknya ikut terjerat hukum. Sedangkan Arianto justru tidak disebut para saksi sebagai pihak mengarahkan atau menjanjikan keuntungan bagi para saksi.

“Pekerjaan ini tidak fiktif dan telah selesai 100 persen. Kalau fiktif berarti itu MPA-nya,” sebut Rahmadi.

Dia menyebut memang ada temuan BPK terkait kelebihan pembayaran sekitar Rp12 juta yang juga telah dikembalikan, namun kasusnya tetap dilanjutkan oleh pihak kejaksaan. dre