PALANGKA RAYA/tabengan.com – Forum Petani Kelapa Sawit menggelar acara penguatan kemitraan pelaku usaha perkebunan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kelapa sawit, sekaligus pengukuhan Pengurus DPW Apkasindo Kalimantan Tengah 2020-2025, Kamis-Jumat, 15-16 Oktober 2020, di Ballroom Hotel Luwansa, Palangka Raya.
Ketua DPW Apkasindo Kalteng, Ir. JMT Pandiangan, SE, MM mengharapkan seluruh petani sawit di Kalteng dapat tersentuh. Pihaknya siap mendukung untuk adanya peningkatan produksivitas dan peningkatan kesejahteraan para petani sawit, melalui efisiensi penanganan dan bantuan pemasaran yang baik.
Diakui Pandiangan, berbicara tentang sawit cukup banyak persoalan, terutama soal bibit dan pemeliharaan. Apkasindo berupaya memberikan pelatihan kepada para petani, guna mendukung mereka dapat memasarkan hasil panennya, meningkatkan hasil panennya dan memberikan pelatihan agar mereka memiliki kemampuan dalam merawat sawitnya.
Terkait nilai ekspor sawit, jika membahas petani sawit sekarang berbicara di harga Tandan Buah Segar (TBS). Setelah pengumuman Presiden Jokowi, untuk menggunakan CPO jadi bahan bakar BBM, harga TBS terus meningkat. Bahkan sampai hari ini, untuk Kalteng berkisar antara 1740 sampai 1815.
“Ini sangat menggembirakan kepada seluruh petani, yang tadinya berkisar 1100 -1200. Namun sekian bulan terakhir tren ini bertahan dan cenderung naik. Nanti kedepan kita harapkan ini akan lebih naik terus,” ujarnya.
Sementara Ketua Umum DPP Apkasindo, Ir. Gulat Manurung, MP, C.APO berharap prospek ke depan Sawit Kalteng agar tidak terlambat dan jauh tertinggal dengan provinsi lain penghasil sawit.
Dijelaskannya, Kalteng selayaknya mandiri dalam hal pengelolaan sawit, karena Kalteng termasuk wilayah yang memiliki lahan sawit terbesar ke 3 di Indonesia. Setidaknya, Kalteng bisa mengatur harga dan industri sawit.
“Ketika provinsi luas sawitnya jauh lebih rendah dari Kalteng, justru yang mengatur Kalteng. Kalteng harus berdiri di Provinsi Kalteng dalam mengelola sawit. Karena Kalteng sangat seksi yang merupakan 3 besar di Indonesia,” bebernya kepada awak media.
Bayangkan saja, jelas Gulat, Rp30 juta per hektar kalau perorang ada 4 hektar, jadi Rp120juta masuk secara cuma-cuma ke rekening petani. Itu hibah, bukan APBN, bukan APBD, itu adalah potongan ekspor yang langsung dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. “Sekarang atau tidak pernah lagi,” tegasnya.
Semenjak negara ini merdeka, tambahnya, baru kali ini terjadi Rp30 juta per hektar dibantu pemerintah untuk mereplanting sawit-sawit masyarakat yang diduga tidak jelas dulu asal muasal bibitnya, sekalipun masih umur muda yang populasinya tidak lagi memasuki populasi standar. Tercatat 136 batang tetapi dilapangan hanya ada 70 batang perhektar atau umurnya sudah diatas dari 20 tahun. Dana tersebut masih tersedia hingga tahun 2022 dan 2023.
“Saya berharap ketua dan pengurus bahu membahu mengajak masyarakat untuk mengikuti PSR. Mereka tidak tahu atau kurang informasi. Tugas dari 13 DPD ini harus bekerja keras meraih PSR,” ujarnya lagi.
Gulat mengatakan, terkait dengan hal itu bahwa UU Cipta Kerja sangat menguntungkan. Karena petani-petani yang dalam kawasan hutan akan sendirinya lepas dari kejar-kejaran pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari pada persoalan tersebut.
Dirinya mengimbau agar rekan-rekan NGO, LSM ataupun aparat hukum, untuk stop melakukan tindakan hukum kepada petani-petani yang dalam kawasan hutan, karena sudah ada UU Cipta Kerja, UU Cipta Kerja telah mengayomi semua petani sawit dalam kawasan hutan melalui pasal-pasal yang disebut dengan keterlanjuran.
“Berhentilah menyiksa petani atau kami kembali akan datang melakukan tindakan kepada mereka-mereka yang selalu menyakiti petani sawit di Kalteng. Selama Apkasindo bertindak benar, saya ada dibelakang kalian. Jadi, stop menyakiti dan kriminalisasi petani sawit,” tandasnya. dsn