Hukrim  

Dituding Gunakan Surat Palsu, Terdakwa Mengaku Dapat Warisan

Penasihat Hukum (PH) Parlin Bayu Hutabarat

PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM – Alpian Angai Salman,  terdakwa pemalsuan surat tanah, mendapat tuntutan pidana penjara selama 3,5 tahun dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Pengadilan Negeri Palangka Raya, Senin (18/1/2021). “Dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan,” ujar JPU Suhadi. Namun Alpian melalui Kuasa Hukum membantah tudingan JPU dan mengaku keberatan atas dakwaan dengan sengaja menggunakan surat palsu.

“Alpian mendapat surat tanah tersebut dari ayahnya. Tidak mungkin seorang anak mempertanyakan benar tidaknya warisan orangtuanya,” sebut Parlin Bayu Hutabarat selaku Penasihat Hukum (PH) Terdakwa. Pihak PH akan menyampaikan detil pembelaan mereka dalam sidang berikutnya.

Dalam dakwaan JPU, Alpian disebut mengklaim tanah warga dan Kelompok Tani Jadi Makmur 1 Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya. Mereka lalu melaporkan Alpian ke Aparat Polsek Sebangau. Alpian datang ke Polsek sambil menunjukan Surat Keterangan dari Kepala Kampung Bereng Bengkel yang menerangkan bahwa tanah seluas 7.875.000 meter persegi di bagian belakang Kampung Bereng Bengkel adalah tanah bekas hak milik adat kepunyaan Ekot Sampoeng.

Kemudian ada Surat Penyerahan Sebidang Tanah (SPST) dari Ekot Sampoeng kepada Angai Salman Rasan. Kemudian surat keterangan tanah adat milik Demar seluas 3.250.000 meter persegi dan SPST tersebut kepada B Kanial Idris yang kemudian SPST kepada Alpian.  Namun Polisi mendapati pada SPST dari Ekot Sampoeng kepada Angai Salman Rasan ada perbedaan antara surat yang diserahkan Alpian di Polsek Sabangau dengan surat yang diserahkan di Penyidik Polda  Kalimantan Tengah, yaitu perbedaan format pengetikan pada SPST tertanggal 25 November 1987.

SPST yang diserahkan ke Polsek Sabangau tertera tahun 1978 sedangkan yang diserahkan kepada Penyidik Polda Kalimantan Tengah tertera tahun 1987. Juga terdapat tanda tangan Jurni HS Garib  selaku Camat Kepala Wilayah Kecamatan Pahandut, padahal yang bersangkutan mengaku tidak mengetahui dan tidak pernah menandatangani surat tersebut serta tidak terdaftar dan tidak terregister di Kantor Wilayah Kecamatan Pahandut.

Bahwa surat palsu yang digunakan oleh Alpian berupa Surat Keterangan Tanah Bekas Hak Milik Adat kepunyaan Ekot Sampoeng dan Demar diberi nomor urut register Kecamatan pahandut masing-masing “431” dan “454” sedangkan pada surat asli yaitu Surat Keterangan Waris tanggal 5 Nopember 1979 pada tanggal 9 Nopember 1979 sudah mencapai “964”, jadi tidak mungkin surat yang dibuat setelah tanggal 9 Nopember 1979 mempunyai nomor urut register Kecamatan Pahandut yang lebih kecil dari nomor surat tersebut sebagaimana Surat palsu yang dibuat oleh Alpian.

Demikian pula pada nomor register surat lainnya. Nama Ekot Sampoeng dan Demar tercantum dengan alamat Kampung Tandjung Talio, padahal di Kampung Tandjung Talio dan Kelurahan Bereng Bengkel tidak pernah ada warga dengan nama tersebut.  JPU mendakwa Alpian menggunakan surat palsu tersebut untuk menjual kaplingan tanah dengan ukuran panjang 200 meter dan lebar 50 meter dengan harga Rp1,5 juta sampai dengan Rp10 juta. Total 200 kapling seluas 200 hektar telah terjual dengan harga Rp1 miliar. Dalam persidangan Alpian terjerat ancaman pidana dalam Pasal 263 ayat (2) KUHPidana.  dre