PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) sumur bor dengan agenda keterangan terdakwa berlangsung pada Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (4/2/2021).
Arianto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Tengah yang menjadi terdakwa bersikeras dirinya tidak terlibat dalam kasus tersebut. Dia membantah mengarahkan atau menunjuk pelaksana pekerjaan maupun mendapat keuntungan dari pembuatan proyek sumur bor.
Menurut Arianto, pelaksana proyek melalui sistem swakelola masyarakat setempat melalui pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA). Pembentukan MPA dilakukan sendiri oleh masyarakat yang ingin terlibat dan menyampaikannya dalam bentuk proposal ke kantor DLH.
“Saya sudah sampaikan kepada MPA dalam rapat, bila ada staf saya yang minta uang, laporkan kepada saya,” dalih Arianto. Dia juga membantah mengenal Wiwin yang merekrut sejumlah warga untuk membentuk kelompok MPA kemudian mengambil sebagian besar pencairan dana pembangunan.
Latar belakang surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum berawal ketika Kepala DLH Kalteng, Fahrizal Fitri selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dana Tugas Pembantuan untuk kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) Tahun Anggaran 2018 menunjuk Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada DLH Kalteng, Arianto sebagai PPK II.
Pelaksanaan proyek sumur bor sebanyak 700 titik pada Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau seharusnya secara swakelola oleh Masyarakat Peduli Api (MPA), tapi Arianto justru menunjuk pihak ketiga yang tidak berhak untuk menjadi pelaksana.
Mohammad Seman selaku Konsultan Pengawas kemudian melaporkan sejumlah pengawasan yang ternyata fiktif tapi tetap menerima pencairan anggaran. Arianto dan Mohammad Seman selaku terdakwa dituding melakukan pengawasan fiktif dan mencairkan anggaran dengan pertanggung jawaban administrasi saja.
Mohammad Seman telah lebih dahulu mendapat vonis 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan. dre