KASUS OKNUM TNI – Keluarga Korban Mengaku Ditodong Senjata Laras Panjang

TIDAK TERIMA  - Ibu korban yang dianiaya anggota TNI di Kobar menangis di depan kamar jenazah rumah sakit. Dia meminta oknum anggota TNI yang menganiaya anaknya dihukum berat.ISTIMEWA

PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Peristiwa penganiayaan oleh oknum anggota TNI AD berinisial AE (33) yang mengakibatkan tewasnya MA (20) menjadi sorotan masyarakat. Pihak kuasa hukum keluarga korban menyesalkan sejumlah pemberitaan seolah menjustifikasi korban sebagai pelaku pemerkosaan sebagai alasan penganiayaan pelaku.

“Hingga saat ini tidak ada laporan pemerkosaan ke Polres Kobar. Keluarga korban juga sempat ditodong senjata laras panjang oleh orang yang hendak membawa korban ke markas Kompi,” beber Kartika Candrasari SH MH selaku advokat yang mendampingi keluarga korban, Senin (22/3/2021).

Kartika yang merupakan Sekretaris DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Palangka Raya menegaskan, organisasinya memegang teguh aturan untuk tidak mendampingi pelaku kasus asusila, misalnya pemerkosaan. Namun, hingga sekarang belum jelas apakah tuduhan pemerkosaan itu benar adanya karena tidak ada laporan ke polisi.

Pihak Peradi dalam kasus itu mendampingi semata untuk mengawal korban agar mendapat perlakuan sebagaimana mestinya.

“Awal oknum TNI jemput bertiga di rumah korban. Ada kakak korban dan sempat terjadi penodongan senjata di kepala kakak korban saat membela korban,” tutur Kartika mengutip keterangan keluarga korban.

Sesampainya di Kompi Senapan, korban digunduli dan mendapat penganiayaan. Sekitar tengah malam kakak korban meminta bantuan Kartika dan akhirnya menugaskan Fahmirian di Pangkalan Bun untuk mengawal kasus. Pagi harinya Fahmirian memberikan informasi bahwa benar korban dipukuli dengan tuduhan memperkosa.

“Tolong sampaikan ke mereka, selama ini Peradi tidak pernah menangani tersangka asusila, kami hanya pegang korban. Sampaikan, tolong korban dikeluarkan dan dibawa ke kantor polisi untuk proses hukum pidananya,” kata Kartika pada Fahmirian.

Sekitar pukul 14.00 WIB, kakak korban menelepon Kartika karena adiknya belum juga dikeluarkan dari Kompi.

“Saya suruh lagi Fahmi untuk ke Kompi dan memastikan korban dikeluarkan dari Kompi. Namun, belum sampai Fahmi di Kompi, kakaknya kasih kabar adiknya sudah meninggal. Itu yang jadi masalah,” tutur Kartika.

Dia menyesalkan peristiwa penganiayaan oleh oknum aparat yang berujung pada kematian warga sipil. Apalagi tuduhan  pemerkosaan itu masih sumir karena tidak ada laporan ke polisi terkait perkara tersebut. Bahkan sebelumnya dalam proses negosiasi, pihak Peradi telah meminta korban dikeluarkan dan di proses hukum pidana dengan dibawa ke kantor polisi saja dan keluarga yang akan mengobati luka-luka korban.

“Keluarga korban juga siap berdamai apabila memang ada perdamaian dari kasus perkosaan namun memohon korban dikeluarkan dulu dari Kompi. Tapi hal tersebut tidak dipenuhi,” sesal Kartika.

Saat korban sudah kritis, ibu korban memohon agar anak dikeluarkan dan dibawa ke rumah sakit dan pada perjalanan itulah korban meninggal. Kini keluarga korban tetap meminta kasus yang telah ditangani Detasemen Polisi Militer tersebut tetap berlanjut dan seluruh pelaku yang terlibat ikut diungkap dan diproses secara hukum. dre