5 Korupsi, 403 Pengaduan di Kalteng

PENCEGAHAN KORUPSI – Direktur III Koordinasi dan Supervisi KPK RI Bahtiar Ujang Purnama didampingi Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran, ketika menyampaikan sejumlah paparan terkait pencegahan korupsi di Aula Jayang Tingang, Senin (5/4/2021). TABENGAN/IST

PALANGKA RAYA – Direktur III Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Bahtiar Ujang Purnama menegaskan, di Kalteng terjadi lima kasus korupsi. Hal tersebut disampaikannya dalam rapat koordinasi (rakor) program pencegahan korupsi di Aula Jayang Tingang Kantor Gubernur Kalteng, Senin (5/4).

Menurutnya, hal itu merupakan hasil dari rekapan data untuk 2004 hingga 2020, yang pihaknya tangani. Dirinya menuturkan, informasi yang pihaknya sampaikan itu sebagai catatan, bahwa di Indonesia praktek korupsi masih terjadi khususnya di Kalteng.

“Kalau dibandingkan provinsi lain dalam periode sama, kasusnya masih lebih sedikit dari beberapa wilayah lain misalnya Jatim ada 93 kasus, Kaltim 22 kasus, Sumatera Utara ada 73 kasus dan lainnya,” ujarnya disela-sela kegiatan itu. Maka adanya rakor program pencegahan korupsi menajdi salah satu upaya KPK sendiri, dalam menanggulangi persoalan itu.

Bahkan, ujarnya, bersama dengan Pemprov dan Pemkab/kota, ada upaya dini dalam seperti edukasi demi meniadakan praktek korupsi. Terkait adanya lima kasus itu, dirinya belum mungkin untuk menjabarkan secara detail. Namun yang pasti dirinya berharap hal ini sebagai pembelajaran, agar ada perbaikan menuju Indonesia bebas korupsi.

Bahtiar juga menyampaikan data pengaduan masyarakat di Kalteng, untuk perikdeo 2017-2020. “Jadi ada 403 pengaduan masyarakat seperti di Bartim 11 aduan, Kapuas 44, Barsel 20, Gumas enam dan Barut 29,” ujarnya. Dilanjutkan, ada juga Kotim dengan 75 aduan, Seruyan 12 Aduan, Lamandau 4, Palangka Raya 91, Pulang Pisau 21, Murung Raya 12 Katingan 34, Sukamara 1 dan Kobar 31.

Beberapa pengaduan itu, ucapnya, seperti pemerasan, penggelapan dalam jabatan, benturan kepentingan dalam pengadaan hingga perbuatan curang ataupun penyuapan. Selain itu terjadi juga penyalahgunaan wewenang yang berakibat kerugian negara, perbuatan melawan hukum dan lainnya berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Lalu sejak Juli 2020, tidak ada klasifikasi berdasarkan delik pada tahap verifikasi.drn