Hukrim  

Lagi, ASN Pemprov Terjerat Pidana Korupsi

SIDANG TIPIKOR- Rantau selaku korban pemerasan memberikan keterangan memberatkan terhadap terdakwa ASN Dinas Kehutanan Kalteng. TABENGAN/ANDRE

PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Simang selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi terdakwa korupsi di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Rabu (9/6/2021). Jaksa Penuntut Umum mendakwa Simang melakukan pemerasan terhadap Rantau sehingga terpaksa  menyerahkan uang Rp150 juta.

“Saya keberatan. Saya tahu itu pemerasan. Saya terpaksa,” kata Rantau saat menjadi saksi.

Simang terjerat Pasal 12 huruf e UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rantau mengakui melakukan pembalakan tanpa izin di tanah yang dikuasai orang tuanya. Tidak ada surat untuk tanah di Desa Tanjung Riu, Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas tersebut. Rantau membantah mendapatkan keuntungan dari hasil penebangan kayu dan hanya membantu masyarakat sekitar yang menebang kayu di tanah tersebut.

“Saya ibaratnya hanya menyediakan sembako untuk mereka,” dalih Rantau. Tapi dia juga mengakui sebagian hasil tebangan dipakai sendiri dan sebagian dijual.
Perkara berawal ketika Eri alias Buhui datang ke rumah Rantau sambil membawa surat yang berisi dugaan illegal logging yang dikerjakan Rantau beserta sejumlah gambar pada 20 Februari 2020. Eri mengaku tidak tahu siapa pengirim surat.

Rantau kemudian menelepon nomor kontak person yang tercantum dalam surat tersebut. Saat nomor telepon dihubungi, ternyata orang yang mengangkatnya, menyuruh Rantau datang dari Gunung Mas ke Palangka Raya. “Kalau kamu gak turun saya lanjutkan ini ke atasan saya,” kata Rantau menirukan ucapan si penelpon.

Pihak di telepon tersebut mengancam meskipun Rantau sudah tidak lagi melakukan illegal logging, kasus itu tetap dapat diproses hukum dengan ancaman pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp5 miliar.

“Selain itu, dia katakan akan masukkan foto-foto ke media,” terangnya.

Sesuai petunjuk di telepon, Rantau bersama istrinya datang menemui Simang di rumahnya di Palangka Raya. Selain Simang, juga ada Tasrifuddin di sana. Tasrifuddin merupakan seorang wartawan di wilayah Kabupaten Gunung Mas.

Tasrifudin menanyakan Rantau berapa banyak bersedia menyiapkan uang. Rantau tawarkan Rp20 juta dengan tawaran agar mereka saling bantu. Untuk hapuskan bukti-bukti dari media, Rantau juga menambahkan Rp3 juta. Setelah itu, Tasrifuddin keluar ruangan sehingga Simang berbicara langsung dengan Rantau. Mulai dari tawaran uang Rp25 juta dan terus meningkat tapi tetap ditolak Simang. Sampai akhirnya Simang menyatakan biasanya mereka menerima Rp300 juta.

Tanggal 22 Februari 2020, Rantau menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Simang.

“Uang itu hasil menambang emas,” kata Rantau. Dia  mencoba meminta kuitansi, namun Simang menolak dan mengatakan akan membatalkan transaksi jika kuitansi tetap diminta. Pada 23 Februari 2020, Simang menghubunginya dan meminta agar uang dilengkapi sebelum 25 Februari 2020.

Meski merasa dirugikan, tapi Rantau tidak berani lapor ke polisi karena khawatir nantinya ikut terseret ke jalur hukum. Rantau kemudian menceritakan kepada Berlin tentang peristiwa yang dia alami. Tanggal 24 Februari 2020, Simang mendadak datang ke rumah Rantau di Kabupaten Gunung Mas.

Simang juga membawa surat pernyataan pembayaran biaya pengolahan lahan. Rantau, Tasrifuddin dan Simang kemudian menandatangani tanda Surat Pernyataan bertanggal 25 Februari 2020 tentang upah jasa pengolahan lahan. Menurut Rantau, tanggal sengaja dibuat maju untuk mengelabui penyerahan uang 22 Februari 2020 itu.

“Saya terpaksa tanda tangan untuk kuatkan Tasrifuddin dan Simang. Bukan untuk lahan,” kata Rantau. Kasus itu akhirnya sampai ke pihak Polresta Palangka Raya yang kemudian memprosesnya secara hukum.

Dalam persidangan, Simang membantah menyuruh Rantau datang ke rumahnya. Saat Rantau dan istrinya datang ke rumah Simang untuk meminta bantuan.

“Uang bukan saya yang menerima tapi Tasrifudin,” kata Simang. Jumlah uang Rp300 juta juga disebut Simang hasil kesepakatan antara Tasrifuddin dan Rantau.
Usai persidangan, Kasipidsus Kejari Palangka Raya Irwan Ganda Saputra selaku Jaksa Penuntut Umum menerangkan bahwa Simang terjerat tindak pidana korupsi karena statusnya sebagai ASN dan berbeda dengan Tasrifuddin yang terjerat dengan tindak pidana umum.

“Terhadap Tasrifuddin kasusnya telah disidangkan pada Pengadilan Negeri Palangka Raya dalam perkara pidana pemerasan,” ungkap Irwan. dre