PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM- Pengetatan dalam pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Kota Palangka Raya kini bentuknya meluas. Bila awalnya lebih kepada pengaturan kegiatan masyarakat dan usaha, kini bertambah dengan mensyaratkan kepemilikan kartu vaksin agar dapat melewati perbatasan wilayah Kota Palangka Raya.
“Akan terjadi pelanggaran terhadap hak asasi masyarakat (HAM) apabila pensyaratan sertifikasi vaksin diwajibkan,” pendapat Sukri Gazali, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Genta Keadilan, Selasa (17/8).
Sukri yang juga berprofesi advokat mengemukakan, memilih untuk mengikuti vaksinasi atau tidak adalah hak masyarakat yang termaktub dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
“Apalagi dalam faktanya, ada pengecualian dari beberapa orang yang tidak boleh divaksin dengan alasan medis. Ditambah lagi kenyataannya tidak semua orang dapat mengakses vaksin dengan berbagai alasan,” imbuh Sukri.
Menurut Sukri, sebagian warga yang hendak mengikuti vaksinasi justru kesulitan memperoleh akses informasi kegiatan vaksin, ketersediaan kouta, dan berbagai kendala lainnya.
Sukri menyatakan, terkadang keperluan mendesak untuk kegiatan tertentu yang diwajibkan adanya sertifikasi vaksin sebenarnya harus ada semacam diskresi untuk penanganan hal tersebut dari pemangku kebijakan.
“Karena dari sudut pandang hukum, hukum yang baik itu adalah hukum yang memberikan kebaikan bersama,” yakin Sukri.
Bila pemerintah tetap memaksakan pengetatan PPKM mensyaratkan vaksin, masyarakat yang tidak sependapat boleh mengajukan perlawanan hukum. “Yang lebih dekat mungkin gugatan Citizen Law Suit, ataupun gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara jika pemangku kebijakan tidak mengeluarkan suatu kebijakan terkait dengan permasalahan teknis (diskresi) tadi,” pungkas Sukri. dre