PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Kebijakan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) khususnya di Kota Palangka Raya berakhir, Senin (23/8). Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kalteng menolak kebijakan itu dilanjutkan. Apabila pemerintah ingin kembali melanjutkan, diminta memberikan solusi.
Ketua Umum HIPMI Kalteng Hartarto melalui Sekretaris Rusdi menyampaikan, sebagai pelaku usaha tentu menolak kalau ada perpanjangan PPKM. Tapi, menolak ini jangan diartikan sebagai melawan. Artinya kalaupun memang harus diperpanjang, ada kebijakan yang meringankan mereka. Pasalnya, sudah hampir sebulan kebijakan tersebut berlaku dan para pelaku usaha kewalahan.
“Untuk gaji karyawan saja selama 2 bulan ini harus mengambil dari pribadi. Jadi memang sangat memberatkan,” kata Rusdi, Senin (23/8).
Menurut Rusdi, di Kota Palangka Raya ini jumlah penduduknya sedikit, diatur dengan peraturan yang dibuat oleh wali kota saja sudah cukup, sehingga bisa mengendalikan Covid-19 di Palangka Raya tanpa harus PPKM Level 4. Pemberlakuan PPKM selama ini sudah cukup memberatkan mereka sebagai pengusaha, terutama bagi pengusaha kuliner dan Event Organizer (EO) mengeluh juga.
Dua bidang ini paling terdampak karena pembatasan PPKM Level 4 memberlakukan jam usaha, tentu berdampak pada omzet, turun dari 60-70 persen. Sebelum PPKM Level 4 biasanya Rp1,5 juta sampai Rp2 juta per hari. Kalau sekarang Rp300-500 ribu saja.
Kalaupun memang tetap diperpanjang PPKM, HIPMI mohon kepada pemerintah khususnya Kota Palangka Raya memberikan solusi kepada pengusaha, apa pun namanya. Entah itu dalam bentuk permodalan mungkin atau insentif untuk karyawan atau apa pun bentuknya sebagai bentuk tanggung jawab dan perhatian dari pemerintah.
Selama ini Rusdi mengaku secara pribadi belum merasakan bantuan dari pemerintah, namun ada juga dari beberapa rekannya yang dapat. Pemerintah itu kemungkinan belum secara utuh mendapatkan data para pelaku usaha secara keseluruhan, makanya yang dibantu itu kemungkinan yang terdata saja.
“HIPMI juga belum mempunyai data pelaku UMKM, tapi kalau kita lihat ekonomi di Kota Palangka Raya ini kan sebenarnya banyak pelaku UMKM. Jadi total pelaku usaha di Palangka Raya ini hampir 4 persen misalnya, berarti 2 persennya pelaku UMKM,” imbuh Rusdi.
Sekali lagi, HIPMI berharap PPKM tidak perlu diperpanjang. Kalaupun diperpanjang harus diperjelas, sampai kapan akan berakhir perpanjangan ini. Sebagai pengusaha memerlukan kepastian, kalau misalnya diperjelas seperti PSBB satu bulan, mereka bisa berhenti berjualan selama satu bulan itu sampai bulan berikutnya.
Namun PPKM ini tidak begitu, 2 minggu diperpanjang lagi, sehingga pengusaha jadi bingung. Mau berhentikan karyawan juga bingung karena mencari karyawan ini susah-susah gampang. Harapannya dipertegas dan diperjelas apakah PPKM ke depan itu akan tetap diperpanjang per 2 minggu atau selesai.
Harapan mereka PPKM selesai dan cukup dilanjutkan dengan kebijakan lokal. Di Palangka Raya tidak seperti di kota-kota di Jawa. Artinya masyarakat dengan struktur demografinya ini masih bisa diatur, menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, sehingga roda ekonomi tetap bisa berjalan. yml