*Larangan Roda 6 Lewat Jalan Pangkalan Bun-Kolam Diskriminatif
PANGKALAN BUN/TABENGAN.COM– Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) melarang kendaraan roda 6 melintas di jalan Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama (Kolam), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), dikeluhkan oleh sejumlah pihak.
Pasalnya, aturan tersebut dinilai tidak relevan dan merugikan banyak kalangan, baik warga biasa, pengusaha bahkan pihak korporasi/perusahaan.
Hartono, warga Pangkalan Bun, Kabupaten Kobar, mengungkapkan, dirinya dihadang petugas Dinas Perhubungan di sekitar Bundaran Tudung Saji Kelurahan Baru, Pangkalan Bun, saat mengendarai truk hendak melintas menuju Desa Dawak, Kecamatan Kolam. Petugas melarang kendaraannya lewat dengan alasan mengganggu pekerjaan proyek.
“Tidak masuk akal kalau alasannya mengganggu pekerjaan proyek, sedangkan banyak kendaraan lain bebas melintas. Masa hanya karena ukurannya lebih besar lalu lintasnya mengganggu,” keluh Hartono kepada awak media, Sabtu (2/9).
Menurutnya, saat itu membawa buah sawit untuk diantar ke salah satu perusahaan atau pabrik pengolahan CPO di wilayah Kolam. Akibat adanya larangan tersebut, ia merasa tidak nyaman bahkan dirugikan haknya sebagai masyarakat.
“Masa saya disuruh memutar ke Lamandau dulu, kan jauh sekali, jadi nambah waktu dan nambah biaya kalau ke sana,” sambung Hartono, orang yang sudah belasan tahun berprofesi sebagai sopir.
Dia berharap, larangan tersebut dicabut dan bisa dicarikan solusi yang lain, agar kepentingan semua masyarakat bisa terakomodir dengan baik, tanpa ada yang dirugikan sementara ada pihak lain yang sangat diuntungkan. “Kalau itu memang perintah Pak Gubernur, ya mohon Pak Gubernur harus adil kepada kami,” ucap Hartono.
Hal senada juga diungkapkan seorang kontraktor yang sedang mengerjakan proyek di wilayah Kecamatan Kolam. Dia sangat menyesalkan adanya larangan truk melintasi jalan Kolam. Kebijakan tersebut dinilai diskriminatif. Karena demi membela satu pekerjaan proyek, tapi mengabaikan kepentingan masyarakat yang lain.
“Kalau memang truk dianggap mengganggu, harusnya ada solusi. Misalnya, kontraktor proyek membuat atau menyediakan jalan alternatif sementara agar lalu lintas di jalur itu tetap normal. Jadi bisa saling mengerti, biar sama-sama jalan,” kata kontraktor itu.
Dia yakin banyak solusi lain agar kendaraan roda 6 tetap bisa melintas. Selain dengan cara menyediakan jalan alternatif, juga bisa melakukan buka tutup di jalur tersebut agar lalu lintas tidak terlalu padat yang berakibat dapat mengganggu pekerjaan proyek.
“Semoga Pak Gubernur bisa mengevaluasi kebijakan ini,” harapnya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, dampak dari kebijakan larangan tersebut, pekerjaan proyeknya menjadi terhambat karena tidak bisa mengantar atau menyuplai material ke lokasi proyek di Kolam.
“Padahal ini juga sama-sama untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan daerah juga, jadi biar sama-sama lancar,” tandasnya.
Terpisah, Kasi Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek dan Angkutan Barang Dinas Perhubungan Provinsi Kalteng M Ikhsan Siddiq saat dikonfirmasi di lapangan mengatakan, dirinya hanya menjalankan tugas yang diamanatkan oleh Gubernur melalui Kepala Dinas Perhubungan. Selain dari Dishub, juga dibantu oleh petugas dari Satlantas dan petugas Satpol PP.
“Yang tidak boleh truk roda 6 ke atas. Kalau untuk angkutan silakan menggunakan kendaraan yang lebih kecil. Alasannya karena truk besar bisa mengganggu jalannya pekerjaan proyek. Kami tidak tahu sampai kapan larangan ini diberlakukan, tergantung dari perintah kepala dinas nanti,” jelasnya.
Ikhsan menjelaskan, kendaraan truk roda 6 yang berkepentingan ke Kolam, Sukamara dan sekitarnya dianjurkan melintasi jalan Lamandau.
“Saya hanya menjalankan perintah. Kalau dalam keterangan sampai tanggal 28, tapi saya tidak tahu nanti pastinya sampai kapan,” tutupnya.
Sekadar diketahui, proyek peningkatan jalan Pangkalan Bun-Kolam dikerjakan oleh kontraktor Rudi Halim. Disinyalir, pekerjaan berjalan lambat, sehingga terkesan tergesa-gesa di akhir tahun dan berbuntut adanya larangan tersebut. c-uli