*Gabungan Massa Akan Geruduk Kantor PKS Kalteng
PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM– Jagat maya dihebohkan dengan dugaan penghinaan yang dilakukan Edy Mulyadi dan kawan-kawan terhadap masyarakat yang tinggal di Pulau Kalimantan. Dugaan penghinaan ini bermula dari rencana pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim).
Video berdurasi 57 detik yang beredar di media sosial, Edy Mulyadi dkk diduga melakukan penghinaan dengan menyebut Kalimantan sebagai tempat jin buang anak. Tidak itu saja, Edy juga menyebut Kalimantan sebagai pasar kuntilanak dan genderuwo. Di akhir, dengan tertawa menyebut masyarakat Kalimantan sebagai monyet.
Atas ucapan tersebut, tokoh muda Kalimantan Tengah (Kalteng) Bambang Irawan menegaskan, atas apa yang diucapkan itu membuat ketersinggungan dan penghinaan terhadap masyarakat yang tinggal di Pulau Kalimantan. Masyarakat Kalimantan, khususnya masyarakat Kalteng, akan mengambil langkah tegas atas dugaan penghinaan itu.
Sejauh ini, terang Bambang, ada beberapa provinsi yang sudah melaporkan Edy Mulyadi. Kalteng rencananya akan menggelar aksi damai dan langsung melaporkan yang bersangkutan ke Polda Kalteng. Tidak saja ke Polda Kalteng, rencananya juga akan ke Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), untuk membahas tuntutan dan sidang adat atas Edy Mulyadi.
Artinya, lanjut Bambang, ada 2 jenis hukum yang didorong untuk diterapkan. Hukum positif dan juga hukum adat. Hukum positif akan didorong untuk menindak pelaku dugaan penghinaan dengan tegas. Masalah hukum adat, 5 provinsi di Kalimantan akan melakukan koordinasi dan komunikasi jenis sidang, ataupun tuntutan terhadap Edy Mulyadi.
“Kita akan berkumpul dan melakukan orasi di Tugu Soekarno. Selesai dari Tugu, dilanjutkan beberapa perwakilan yang akan melapor ke Polda Kalteng. Jadwalnya, massa juga berencana menggeruduk Kantor DPW PKS Kalteng, untuk meminta tanggung jawab atas ucapan kadernya itu,” kata Bambang, saat dikonfirmasi terkait agenda aksi damai, menuntut hukum atas dugaan penghinaan yang dilakukan Edy Mulyadi, Minggu (23/1).
Bambang mengaku sangat marah dan keberatan atas ucapan Edy Mulyadi itu. Hukum positif dan hukum adat akan dijalankan secara beriringan. Berkenaan dengan hukum adat, apa pun sanksi yang dikenakan, maka wajib untuk ditaati dan dijalankan.
Terpisah, Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Palangka Raya yang juga Tim Hukum DAD Kalteng Mambang I Tubil angkat bicara terkait persoalan tersebut. Mambang menegaskan, Edy Mulyadi dkk harus bertanggung jawab atas pernyataan yang dilontarkannya secara publik.
“Edy Mulyadi dkk wajib mempertanggungjawabkan pernyataan mereka, atas dugaan penghinaan terkait baik secara hukum positif maupun hukum adat,” ujarnya ketika dikonfirmasi Tabengan, Minggu malam.
Minimal atas pernyataan yang dibuat itu, ucap Mambang, oknum Caleg dkk tersebut mesti meminta maaf kepada pihak-pihak terkait. Dia juga menilai, pernyataan itu bukanlah hal yang baik, serta mencederai hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dari sisi adat sendiri di Kalteng khususnya, sangat mencederai Belom Bahadat bagi masyarakat di wilayah itu.
Bisa dikatakan, lanjut Mambang, apa yang disampaikan Edy dkk itu juga sebagai pencemaran nama baik bagi masyarakat, khususnya Kalimantan. “Harus bertanggung jawab, karena ini juga sebagai sikap yang mencederai kebersamaan, harmonisasi bangsa kita yang seharusnya dalam bingkai persatuan serta kesatuan secara positif,” tambahnya.
Bahkan, juga jelas mengganggu rasa ketenteraman dan kedamaian bangsa Indonesia. Maka itu, tokoh-tokoh adat terkait juga bisa memberikan tuntutan terhadap pencemaran nama baik tersebut.
Intinya selain membuat persoalan terhadap masyarakat, khususnya lingkup adat di Kalimantan, tentu juga melawan kebijakan pemerintah, utamanya Presiden RI. Inilah kenapa pertanggungjawabannya tidak hanya secara hukum adat, namun juga hukum aturan serta perundang-undangan yang ada di negara ini.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Dr Andrie Elia Embang mengatakan, akan berkoordinasi dengan Ketua MADN masalah dugaan penghinaan terhadap Kalimantan terkait pemindahan Ibu Kota Negara baru.
“Akan kita sikapi dugaan penghinaan terhadap masyarakat Kalimantan. Saat ini ditelaah oleh tim hukum dan seluruh pengurus MADN,” kata Andrie, via telepon, tadi malam.
Sedangkan terkait rencana aksi demonstrasi massa yang akan dilakukan oleh masyarakat Kalteng, menurut Andrie, silakan saja masyarakat menyampaikan aspirasinya akibat ucapan provokatif dan menyudutkan. Namun, sampaikanlah secara tertib dan damai.
Dalam video yang beredar, Edy Mulyadi menghina warga Kalimantan dengan menyebut sebagai wilayah tempat jin buang anak. Rekaman itu diduga potongan penolakan IKN di Kaltim. Terlihat Edy sedang berbicara diapit 3 rekannya. Sementara ada 4 orang lainnya tengah berdiri di belakang.
“Bisa memahami gak, ini ada sebuah tempat elite punya sendiri yag harganya mahal punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak,” ujarnya.
“Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo, ngapain membangun di sana,” katanya lagi.
Dia kemudian menanyakan lokasi tempat tinggal kepada rekannya yang berada di sebelah kiri. Setelah menjawab tinggal di Gunung Sari, pria itu kembali menyatakan tidak ada warga Jakarta yang mau tinggal di Penajam Paser Utara yang menjadi lokasi ibu kota baru.
“Mana mau pindah di Kalimantan Penajam Paser Utara beli rumah sana, mana mau?” katanya. “Hanya monyet, nda mau saya,” kata rekannya. drn/ded