SAMPIT/TABENGAN.COM- Pemerintah Daerah diminta segera mengambil tindakan terkait harga tandan buah segar (TBS) yang terjun bebas akibat adanya larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kotim Paisal Darmasing mengatakan, hal tersebut sangat penting dilakukan agar kondisi petani sawit tidak semakin terpuruk, mengingat sektor tersebut menjadi harapan hidup sebagian warga Kotim.
“Sebagian warga Kotim menggantungkan hidupnya dengan menjadi petani kelapa sawit. Sebelumnya, harga TBS per kilogram rata-rata di atas Rp3 ribu. Namun, sejak kebijakan pemerintah pusat melarang ekspor minyak goreng termasuk CPO, harga jual sawit ke pabrik turun hingga 50 persen,” ujarnya, Minggu (8/5/2022).
Menurut, Paisal karena itu, pemerintah daerah perlu turun tangan menegakkan aturan mengenai ketentuan dan ketetapan harga beli TBS dari masyarakat.
Apalagi sejauh ini minat warga untuk berkebun kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Meski harga kelapa sawit tidak stabil, namun warga tetap yakin komoditas itu mampu diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Putra salah satu pemilik kebun sawit merasakan sekali dampak turunnya harga TBS. Sebelumnya, dalam sebulan rata-rata dia bisa menghasilkan dua ton sawit dan dijual dengan harga Rp3.000/kilogram, sehingga total penghasilannya Rp6 juta/bulan.
Namun semenjak beberapa pekan terakhir, untuk sekali panen, Putra hanya mendapatkan sekitar Rp4,5 juta dengan harga di bawah Rp2.500/kilogram.
Dirinya berharap harga bisa kembali normal. Atau Pemda dapat memberikan solusi terkait adanya hal ini
“Jangan sampai harga menyentuh Rp1000/kilogram. Tentu ini menyakit kan bagi kami sementara kebutuhan sudah meningkat namun harga sawit malah anjlok,” terangnya. c-may