- Growth hacking tidak dimulai sejak kamu telah memiliki produk untuk dipasarkan, tapi sejak produk itu masih berupa ide untuk didesain.
- Desain berorientasi growth hanya fokus pada satu hal, yaitu optimalisasi produk untuk menghasilkan metrik tertentu, dengan mendasarkan tiap keputusan berdasarkan data.
- Metrik yang dikejar dari suatu desain produk bukan berarti mengesampingkan kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Fokuskan proses desain pada manfaat yang kamu tawarkan.
- Agar lebih mengerti perilaku konsumen, kamu dapat membekali diri dengan ilmu psikologi untuk diterapkan dalam proses desain.
Era informasi saat ini telah membuat batasan antarjabatan di perusahaan makin buram. Bila dulu tugas meningkatkan pertumbuhan (growth) perusahaan ada di tangan kru marketing, kini semua orang dapat turut berkontribusi di dalamnya. Termasuk tenaga developer/programmer dan desainer produk.
Seorang growth hacker harus sadar bahwa strategi peningkatan growth dapat terjadi pada semua tahap life cycle produk, bahkan sejak tahap perancangan. Pola pikir desain produk dengan fokus pada growth disebut sebagai desain berorientasi growth atau Growth-Driven Design (GDD). Seperti apa penerapannya? Simak di bawah.
Desain = eksperimen + iterasi
Desain berorientasi growth punya pendekatan berbeda dengan desain produk tradisional. Dalam desain tradisional, kita menginvestasikan banyak waktu dan dana untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan visi perusahaan. Kita ingin semua fitur tersedia dalam sebuah paket komplet yang siap dijual.
Umumnya ketika mendesain produk, kita memikirkan hal-hal seperti fungsionalitas, user experience, tampilan visual, dan identitas brand/perusahaan. Tapi tidak demikian dengan GDD. Desain berorientasi growth hanya fokus pada satu hal, yaitu optimalisasi produk untuk menghasilkan metrik tertentu.
Ini bukan berarti GDD mengabaikan estetika dan UX. Perbedaannya adalah dasar yang kita gunakan untuk pengambilan keputusan. Ketika memilih mana desain yang harus diluncurkan (roll out) atau dibatalkan (roll back), kita berpatokan pada data. Desain penghasil growth tertinggi, itulah yang kita pilih.
Implementasi GDD juga berbeda dengan desain tradisional. Kamu mungkin mengenal langkah-langkah desain yang meliputi brainstorming, ideation, prototyping, dan sebagainya. Dalam GDD, metode ini diganti dengan sistem yang lebih cepat.
Cara paling tepat untuk validasi ide adalah melakukan eksperimen langsung dan berkaca pada data.
May Wang, desainer produk di Evernote, mengatakan bahwa ia menerapkan GDD dengan siklus kerja hanya satu minggu. Ini sudah termasuk proses penciptaan ide, eksperimen, evaluasi, serta pengambilan keputusan apakah desain akan diluncurkan atau dibatalkan.
GDD mengusung mindset bahwa pada dasarnya setiap perubahan desain adalah sebuah eksperimen. Ingat, dalam growth hacking, strategi terbaik adalah strategi unik yang tak bisa direplikasi. Jadi cara paling tepat untuk validasi ide adalah melakukan eksperimen langsung dan berkaca pada data.
Desain berorientasi growth mengandalkan kecepatan dan jumlah iterasi yang banyak untuk menghasilkan produk optimal. Agar dapat melakukan eksperimen secepat mungkin, desainer tidak perlu menunggu minimum viable product (MVP). Setiap ide bisa diujikan pada focus group dengan menggunakan sketsa atau mock-up saja.
Fokus pada value proposition
“Mendewakan” growth bukan alasan untuk mengesampingkan kepuasan pelanggan. Justru kepuasan pelanggan adalah kunci utama dari pertumbuhan yang baik. Karena itu, ketika mendesain produk kita harus fokus pada value proposition produk tersebut.
Secara gampang, value proposition adalah manfaat utama yang kamu tawarkan kepada pengguna. Misalkan kamu pemilik perusahaan aplikasi jasa transportasi online. Maka manfaat utama yang kamu tawarkan mungkin berupa, “Kemampuan mendapatkan transportasi di mana saja dengan cepat dan harga terjangkau.”
Manfaat ini bisa kita pecah menjadi empat unsur:
- Mendapatkan transportasi
- Di mana saja
- Cepat
- Harga terjangkau
Ketika kamu menciptakan desain, desain itu harus mendukung keempat manfaat di atas. Misalkan kita ingin fokus pada salah satu manfaat yaitu “cepat”. Apa saja yang mempengaruhi kecepatan order? Jawabannya bisa beragam, tapi kita ambil satu faktor saja yaitu jumlah klik yang dibutuhkan pengguna.
Dari sini kita bisa menemukan apa metrik spesifik yang harus kita incar, yaitu rasio antara jumlah klik terhadap jumlah order. Semakin sedikit jumlah klik, artinya aplikasi semakin optimal. Inilah patokan yang menjadi dasar keputusan ketika kita mendesain sesuatu yang berhubungan dengan jumlah klik aplikasi.
Percuma menciptakan produk dengan banyak fitur bila tidak mendukung value proposition.
Seperti kata pepatah, “Less is more.” Percuma menciptakan produk dengan banyak fitur bila tidak mendukung value proposition. Banyak energi dan biaya terbuang, sementara growth yang dihasilkan ternyata nol besar.
Desain berubah sesuai metrik yang kita incar
Desain berorientasi growth menggunakan metrik sebagai acuan. Masalahnya, metrik yang penting bagi produkmu bisa berubah-ubah, terutama di produk digital.
Bila kamu baru meluncurkan produk, mungkin kamu ingin fokus pada akuisisi pengguna. Tapi bila jumlah pengguna sudah banyak, retensi dan konversi menjadi lebih penting.
Desainer harus siap untuk melakukan perubahan dan iterasi tergantung dari kondisi produknya, karena setiap metrik membutuhkan strategi berbeda. Intinya, terapkanlah desain yang memudahkan pengguna menghasilkan metrik sesuai keinginanmu.
Contoh nyata dapat kita lihat dari Facebook. Ketika kamu pertama kali membuka Facebook (dalam kondisi belum login), kamu langsung dihadapkan pada dua buah formulir. Formulir pertama untuk login di kanan atas layar, sementara formulir kedua yang lebih besar adalah formulir registrasi.
Pengguna dapat langsung login atau registrasi tanpa perlu klik tambahan, karena semua formulir langsung tersedia di halaman depan. Kemudahan ini mendorong lebih banyak pengguna untuk mendaftar ataupun login ulang, sehingga mendukung pertumbuhan metrik akuisisi serta retensi yang penting bagi media sosial.
Teknik desain seperti Facebook ini bernama “action-oriented landing page”. Dengan masuk ke halaman pertama saja, pengguna sudah bisa melakukan suatu aksi bermakna. Aksi yang dimaksud tidak harus registrasi. Untuk produk e-commerce, misalnya, aksi di landing page bisa juga berisi pencarian produk, sesuai value proposition tadi.
Pelajari psikologi sebagai alat pendukung
Mendesain untuk growth artinya kamu akan banyak melakukan trial-and-error. Tapi pada dasarnya yang kamu lakukan tetaplah proses desain. Selain data kuantitatif, teori-teori desain kualitatif juga bisa mendukung. Setidaknya agar kamu punya acuan, tidak coba-coba asal saja.
Banyak elemen desain berkaitan erat dengan psikologi manusia. Mulai penggunaan warna, bentuk-bentuk, penempatan elemen visual, whitespace, hingga copywriting. Semua ini bisa kamu pelajari secara autodidak lewat buku dan internet. Tapi tentu saja pendidikan atau pelatihan formal akan sangat membantu.
Dengan ilmu psikologi, kamu tidak hanya dapat melihat desain apa yang efektif, tapi juga bisa tahu mengapa desain itu efektif. Memang pada akhirnya psikologi bukanlah sesuatu yang eksak. Bisa saja apa yang berhasil di pasaran malah kebalikan dari teori. Tapi lebih baik paham ilmu sedikit daripada tidak tahu sama sekali.
Sama seperti eksperimen lainnya, desain berorientasi growth adalah proses percobaan yang berkesinambungan. Mungkin kamu akan gagal berkali-kali, tapi jangan anggap itu sebagai sebuah kemunduran. Anggap saja kamu menemukan banyak cara yang tidak berhasil, yang bisa menjadi pelajaran di masa depan.
Kamu bisa mempelajari desain produk lain sebagai referensi. Mungkin sebagian teknik yang mereka gunakan juga dapat kamu tiru. Tapi seorang growth hacker sejati akan merancang produk yang unik, sesuai dengan visi serta kebutuhan pasar yang optimal.