SAMPIT/tabengan.com – Meningkatnya kejadian warga yang disambar buaya saat beraktivitas di sungai membuat Sekda Kotawaringin Timur (Kotim) berencana mengagendakan rapat dengan SOPD terkait, seprti BKSDA, mengenai antisipasi dan penanganan supaya kejadian itu tak terulang terus.
“Sementara ini saya imbau supaya warga jangan beraktivitas di sungai pada sore dan malam hari, karena jam-jam itu sangat rawan,” kata Sekda Kotim Halikinnor, Rabu (4/4).
Halikin mengatakan, pihaknya akan mempelajari dan meneliti penyebab serangan buaya terus terjadi, apakah karena habitatnya terganggu, ketersediaan makanan makin langka, ataukah karena populasi buaya semakin banyak.
Menurut Halikin, Kecamatan Pulau Hanaut pernah meminta jaring pengaman untuk menghindarkan masuknya buaya ke dalam rumah warga. Namun, ia menilai hal itu tak menyelesaikan masalah. “Langkah itu hanya langkah antisipasi keamanan warga supaya buaya tidak masuk ke dalam rumah,” jelas dia.
Sekda juga melarang warga membunuh buaya apabila ada buaya yang muncul ke darat, sebab buaya merupakan hewan yang dilindungi. Kalau pun hewan buas itu diputuskan untuk ditangkap, juga harus ada solusi tempat relokasi bagi buaya itu sendiri.
“Ini harus kita pelajari supaya kita bisa memberikan penanganan terhadap warga. Warga pun tidak was-was terhadap penyerangan buaya nantinya,” harapnya.
Penghuni Sungai Lemiring
Sungai Lemiring bisa disebut sungai paling berbuaya di DAS Mentaya. Tidak heran banyak warga yang tinggal di bantaran sungai ini pernah diserang buaya. Selain itu, sejumlah warga dari luar desa ini juga pernah disambar buaya saat beraktivitas di kawasan tersebut.
Sejumlah warga mengungkapkan, ada beberapa jenis buaya yang pernah terlihat muncul di sungai tersebut antara lain buaya sapit atau buaya senyulong, serta buaya muara. “Ada juga yang pernah melihat buaya putih, namun tidak tahu apakah benar buaya putih,” terang Ahmad, warga desa setempat.
Menurutnya, buaya muara sering terlihat berada di muara Sungai Lemiring yang bermuara di Sungai Mentaya, sedangkan buaya sapit kerap terlihat di bagian dalam sungai dan dekat dengan kawasan pemukiman penduduk.
Sungai Lemiring sendiri memiliki lebar sekitar 8 meter, sungai ini kerap digunakan warga untuk hilir mudik membawa hasil perkebunan seperti karet, rotan dan buah-buahan serta hasil pertanian lainnya.
Keberadaan buaya di sungai ini sebetulnya sudah sejak lama diketahui warga, bahkan hidup berdampingan dengan warga. Hanya saja dulunya buaya-buaya di sungai ini tidak menyerang manusia. Belakangan ini saja buaya-buaya di sungai ini lebih agresif dan menyerang manusia.
Muriansyah, Komandan BKSDA Pos Sampit, mengungkapkan, pihaknya telah memasang dua buah perangkap buaya di Sungai Lemiring tersebut. Satu perangkap dipasang di sekitar muara sungai dan satu perangkap lagi dipasang di daerah yang dekat dengan pemukiman penduduk. Setiap hari BKSDA memantau perangkap buaya tersebut. c-may/c-arb