PALANGKA RAYA/tabengan.com – Manajemen PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) berharap suasana tetap kondusif, pasca keluarnya putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memenangkan mereka.
Anak usaha PT Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN) Tbk itu siap bekerja sama, dan tetap mematuhi arahan pemerintah. Kamis (5/4) sore, PTUN mengabulkan seluruh gugatan PT Asmin Koalindo Tuhup terhadap pemerintah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Tentu kami bersyukur dengan putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan seluruh tuntutan kami. Selanjutnya kami bisa lebih fokus untuk menjaga suasana kondusif terhadap operasionalisasi AKT,” kata Direktur PT Asmin Koalindo Tuhup, Syahrunsyah Syahbuddin, di Jakarta, Minggu (8/4).
Kuasa Hukum PT AKT, Tri Hartanto dari SIP Law Firm mengungkapkan, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan permohonan PT Asmin Koalindo Tuhup atas gugatan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.3714 K/30/MEM/2017, tanggal 19 Oktober 2017, tentang Pengakhiran Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Majelis hakim PTUN Jakarta, yang diketuai Ronni Erry Saputro membacakan putusan tersebut, di PTUN Jakarta, Kamis (5/4).
“Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,” kata Ronni Erry saat membacakan putusan di PTUN Jakarta.
Tri Hartanto memastikan, Putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta ini sekaligus membatalkan atau menyatakan tidak sah Surat Keputusan Menteri ESDM tersebut, sekaligus memerintahkan Menteri ESDM mencabut SK tersebut. Hakim juga membebankan seluruh biaya perkara kepada Menteri ESDM selaku pihak tergugat.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Anggota Oenoen Pratiwi menyebutkan, SK Menteri ESDM No.3714 K/30/MEM/2017, tanggal 19 Oktober 2017 tersebut cacat hukum. Pasalnya, dalam Pasal 26 PKP2B dijelaskan, jika terjadi perselisihan perjanjian, harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme negosiasi, konsultasi. Bukan melalui penerbitan SK sepihak.
Sebelumnya Direktur AKT Syahrunsyah Syahbuddin mengungkapkan, surat terminasi dari Kementerian ESDM itu sangat prematur dan bertentangan dengan amanat Pasal 26 PKP2B. Pasal itu mengatur, dalam menyelesaikan perselisihan/persengketaan, para pihak mengupayakan sebaik mungkin melalui negoisasi atau konsultasi terlebih dahulu sebelum menempuh arbitrase. Tahapan-tahapan dimaksud, kata dia, tidak dijalankan, atau tidak dilaksanakan terlebih dahulu. fwa