Foto: Para Pemimpin Aras Gereja di Kalteng, Sabtu (24/9) Dari Kiri: Pdt. Sahat Sirait, Pdt. Mediorapano, Pdt. Lantas Sinaga dan Pdt. Yoto
Daniel/ Tabengan
PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Beredar semuah surat yang didalamnya berupa undangan yang berasal dari sebuah lembaga yang menamakan dirinya Esbisquet. Dalam surat yang bertanggal 22 September 2022 dan ditandatangani oleh Adham Al Ghofur selaku
Program Manager berbunyi “Kehidupan masyarakat di Kalimatan Tengah hidup dengan harmonis dan saling menghormati dari berbagi latar belakang namun situasi ini berbeda dengan pengalaman kawan-kawan komunitas LGBTIQ dimana mereka masih di pinggirkan dan kerap mendapakan ketidakadilan karena indentitas Gendernya yang di anggap menyimpang, situasi ini yang melatar belakangi pentingnya di lakukannya konsolidasi jaringan untuk bagai mana ada dukungan dan ada bacaan bersama terkait situasi di atas. Oleh sebab itu Esbisquet yang bekerjasama dengan Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalimantan Tengah akan meyelenggarakan Konsolidasi jaringan yang di kemas dalam Pertemuan kordinasi Jaringan untuk pemenuhan Hak terhadap Masyarakat Minoritas di Kalimantan Tengah.
Acara tersebut yang rencananya akan di gelar di Aula Hotel Fovere, Jl. G. Obos No. 97, Palangka Raya Pada Senin dan Selasa/ 26- 27 September 2022.
Menyikapi hal tersebut, Para Pemimpin Aras Gereja-gereja (PGI, PGLII, PGPI, Baptis dan Adven hari ke Tujuh) di Kalimantan Tengah, Khususnya Palangka Raya dengan tegas menyatakan sikap menolak segala bentuk upaya legalisasi prilaku LGBTIQ.
Ketua Persatuan Gereja Indonesia Wilayah Kalimantan Tengah, Pdt. Mediorapano mengatakan sejatinya saat Allah menciptakan manusia, sesuai dengan kesaksian Kitab Suci tidak ada disebutkan gender lain, selain pria dan wanita.
Lebih lanjut Mediorapano mengatakan manusia membangun Rumah Tangga adalah untuk memenuhi mandat budaya yakni prokreasi, sesuai dengan Kejadian 1:26-27 (TB)
Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.’
“Jadi bagaimana bisa memenuhi mandat tersebut, perilaku dan nantinya pernikahan sejenis dilegalkan,” bebernya kepada Tabengan, Sabtu (24/9).
Selain itu, Mediorapano juga mengatakan hal tersebut bertentangan dengan perundang-undangan, dimana dalam undang-undang pernikahan hanya diperkenankan pasangan menikah adalah pria dan wanita (heterosex). Selain itu juga bertentangan dengan pengamalan sila pertama, yaitu Pancasila yang mana dalam setiap agama Tuhan yang Maha Esa hanya menciptakan 2 gender pria dan wanita dan tidak ada gender yang lain.
Senada dengan itu, Ketua PGPI Kalteng, Pdt. Lantas Sinaga juga mengatakan bahwa penolakan Aras Gereja terhadap perilaku LGBTIQ oleh karena dapat menimbulkan perpecahan dalam komunitas gereja dan lebih lagi adalah hal tersebut merupakan kekejian di hadapan Tuhan.
Disebutkan Lantas Sinaga, melihat sejarah Kota Sodom dan Gomora dalam Kitab Suci yang dilaknat Tuhan (Kejadian 19:1-29), adalah karena perilaku penduduknya berperilaku LGBT.
“Kita harus belajar dari sejarah Sodom dan Gomora,” ujarnya.
Melalui pesan Whatsapp, Ketua PGLII Wilayah Kalimantan Tengah, Pdt. Maruba Rajagukguk M.Th mengatakan mengutip pernyataan wakil ketua Pimpinan Pusat PGLII.
“PGLII telah bersikap tegas terhadap hukuman mati dan LGBT. Terhadap hukuman mati PGLII telah mendukung dengan mempertimbangkan teologis dan kenegaraan. Demikian juga terhadap LGBT. PGLII menolak Legalisasi LGBT, karena selain bertentangan dengan Firman juga bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku,” bebernya.
Selanjutnya, Sekretaris PGLII Kalteng, Pdt. Yoto juga menambahkan secara dasar teologis tidak ada kompromi bahwa perilaku LGBTIQ dibenarkan. Begitu pula secara UU yang berlaku di Indonesia. Lebih lanjut, mendesak agar pemerintah, khususnya Anggota Dewan dapat mengeluarkan UU agar LGBTIQ tidak dilegalkan.
Namun, Yoto juga mengingatkan bahwa peran gereja sebagai Terang dan Garam harus tetap mengasihi dan membimbing orang-orang yang terperangkap dalam penyimpangan perilaku LGBTIQ agar dapat kembali kepada kodrat asalnya sebagaimana maksud dan tujuan Allah menciptakan manusia.
Tidak ketinggalan, Dari Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Pdt. Sinambela mengatakan “Menurut ajaran Alkitab kita mengasihi semua manusia untuk itu lah kita dipilih menjadi umatnya. Namun Tuhan tidak pernah mengajar perkawinan sesama jenis, kita harus mengajarkan kepada umat Tuhan bahwa Tuhan merestui dan memberkati hanya laki-laki dan perempuan sama seperti Adam dan Hawa ditaman Eden.”
Penolakan tidak hanya datang dari Aras Gereja saja. Tokoh MUI Kota Palangka Raya, Guru Zainal melalui pesan Whatsapp kepada Tabengan mengatakan bahwa MUI mendukung untuk bersikap menolak perilaku LGBTIQ bahkan dalam waktu dekat ini disebutkan internal MUI juga akan mengkaji dan membahas hal tersebut.
“Insyaallah ada nanti kita komentar, kami mau rapat dulu, yang jelas MUI menolak sekeras kerasnya, jangan sampai LGBT meluas atau dilegalkan, di Kalteng, khususnya di Palangka Raya,” bebernya. dsn