Fraksi Demokrat Nilai Ranperda Bantuan Pendidikan Bisa Munculkan Multitafsir

Juru bicara Fraksi Demokrat SP Lumban Gaol

SAMPIT/TABENGAN.CO.ID-Fraksi Demokrat di DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), menilai Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) bantuan pendidikan bagi masyarakat tidak mampu akan bisa memunculkan multi tafsir dalam penerapannya.

Juru bicara Fraksi Demokrat SP Lumban Gaol mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989, yaitu tentang wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, yakni mewajibkan semua warga negara usia 7- 12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan pendidikan dasar dengan program 6 tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP) secara merata. Sehingga tidak relevan apabila di zaman modern masih ada anak-anak Indonesia yang tidak bersekolah.

“Untuk itu Fraksi Demokrat menganggap bahwa persoalan tentang pendidikan dasar ini sudah selesai. Artinya bahwa tidak ada lagi alasan masih ada masyarakat yang tidak mampu untuk menyelesaikan SD karena Undang-Undang ini mengamanatkan agar Pemerintah yang membuat dan melakukan segala sesuatunya untuk sangat mudah bersekolah di SD dan SMP,” ujarnya, Jumat (28/10/2022).

Pihaknya berpendapat, sebaiknya bukan dengan membuat ranperda bantuan pendidikan bagi masyarakat tidak mampu, melainkan penguatan regulasi sekolah gratis untuk tingkat wajib belajar 9 tahun untuk menjawab amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tersebut.

Fraksi Demokrat, lanjutnya, mengharapkan agar rekan-rekan dari Fraksi lain agar lebih banyak mengkaji regulasi untuk menjawab tantangan zonasi yang semakin tahun semakin kurang mendidik dan kurang berkeadilan. Pemerintah, menurutnya, melalui Dinas Pendidikan Kotim masih tidak peka untuk membuat suatu terobosan dalam menjawab persoalan-persoalan mendasar yang dialami para orang tua siswa ketika akan memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah terdekat dengan tempat tinggalnya.

“Bagaimana mungkin kita berkampanye wajib belajar 9 tahun namun kita berdiam saja ketika banyak sekolah-sekolah dasar yang sudah over kapasitas. Tidak membuat langkah langkah konkret untuk membangun sekolah-sekolah baru, kita mau menuntut prestasi anak bangsa tapi di sekolah kita tidak tahu bahwa di sana adakah tenaga guru atau tidak,” tegasnya. (C-May)