OLEH: Tri Lestari, A.Md
Kalimantan Tengah dikenal dengan daerah dengan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Hasil alam Kalimantan Tengah sudah dikenal secara luas, baik pasar nasional maupun Internasional. Salah satunya adalah produk komoditas perikanan. Berdasarkan data dari BPS Kalteng, Provinsi Kalimantan Tengah memiliki perairan umum dengan luasan ± 2.333.077 Ha dimana 2.267.800 Ha merupakan daerah perairan tawar yang terdiri dari rawa seluas 1.811.500 Ha, sungai 323.500 Ha (59 buah) dan danau seluas 132.800 Ha. Perairan yang luas tersebut menghasilkan berbagai komoditas perikanan hasil tangkapan air tawar seperti ikan peyang (Channa marulioides), botia (Chromobotia macachantra), betutu (Oxyleotris marmorata). Ada juga komoditas tangkapan air payau & laut seperti kepiting bakau (Scylla serrata), daging rajungan (Portunus pelagicus), bawal putih (Pampus argenteus) dll. Kemudian ada juga komoditas budidaya berupa udang vannamei dari Shrimp Estate di Kabupaten Sukamara.
Berdasarkan data dari SKIPM Palangkaraya, Wilayah Kerja Pangkalan Bun, pada tahun 2022 lalu lintas domestik keluar dari Wilker Pangkalan Bun mencapai 5131 sertifikat. Dari jumlah sertifikat tersebut, tujuan dari pengeluaran komoditas perikanan adalah 3 kota besar yaitu Jakarta (60.28%), Semarang (16.48%), Surabaya (15.07%), sisanya (8.18%) tersebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Volume komoditas yang dikeluarkan mencapai 1.008.320 ekor dan 905.113,2 kg. Nilai komoditas keluar mencapai lebih dari Rp 50 milyar. Komoditas dengan volume pengeluaran paling tinggi yaitu udang belalang sebanyak 480.560 ekor, udang vannamei 206.713,7 kg, kepiting 206.682 ekor, ikan peyang 159.404 ekor dan ikan bulu ayam 130.150 kg. Terjadi kenaikan jumlah sertifikat keluar dan nilai komoditas yang dikeluarkan jika dibandingkan dengan data tahun 2020 dan 2021.
Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas dengan lalu lintas pengeluaran yang tinggi di Kalimantan Tengah. Pada tahun 2022, pengiriman kepiting dari Kalimantan tengah mencapai 206.682 Ekor dengan nilai komoditas mencapai lebih dari 5 milyar rupiah. Kepiting dilalulintaskan melalui Bandara Iskandar Pangkalan Bun dengan sebanyak lebih dari 700 kali sepanjang tahun 2022 dengan area tujuan Jakarta dan Surabaya. Kepiting menjadi salah satu komoditas perikanan unggulan di Kalimantan Tengah. Komoditas kepiting dari Pangkalan Bun umumnya di ekspor menuju berbagai negara, contohnya Tiongkok, atau mengsuplai restaurant di kota-kota besar di Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada tahun 2021 nilai ekspor kepiting & rajungan meningkat pesat menjadi US$613,24 juta, tumbuh 66,86% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan tahun sebelumnya, sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Nilai komoditas yang besar dan lalu lintas yang tinggi membuat kepiting menjadi salah satu komoditas yang perlu dikelola pengeluarannya. Secara khusus Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki peraturan untuk mengatur pengeluaran kepiting, lobster, dan rajungan. Tujuan dari pengelolaan tersebut adalah agar sumber daya alam tetap lestari dan memastikan keberlanjutan dari pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap memperhatikan pendapatan dari pelaku usaha perikanan.
Pengaturan Pengelolaan Kepiting, lobster, dan rajungan di Wilayah Indonesia
Pengaturan lalu lintas komoditas kepiting antar wilayah maupun keluar wilayah Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Tercatat sejak tahun 2015 sudah ada 4 kali perubahan peraturan tersebut. Peraturan yang berlaku saat ini adalah Permen KKP No. 16 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Peraturan ini mencabut peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2021.
Latar belakang dari adanya peraturan ini adalah keberadaan dan ketersediaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) yang sempat mengalami penurunan populasi, sehingga perlu dilakukan pembatasan penangkapan terhadap Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.). Menteri Kelautan dan Perikaan saat itu yaitu Susi Pudjiastuti memutuskan untuk mengeluarkan peraturan demi menjaga ketersediaan sumber daya alam dan memastikan keberlanjutan dari usaha perikanan yang memanfaatkan komoditas tersebut. Pada dasarnya peraturan mengenai Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) bertujuan untuk keberlansungan sumber daya lobster. Apabila dikaji secara mendalam, dalam 7 tahun terakhir lobster merupakan komoditas yang mengalami banyak pembaharauan peraturan.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan peraturan tentang penangkapan dan/atau pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan dari wilayah Indonesia. Peraturan tersebut memberi syarat lobster boleh diperdagangkan dengan berat di atas 200 gram, dan melarang pengeluaran benih lobster dari wilayah Republik Indonesia. Kemudian, pada tanggal 4 Mei 2020, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia periode 2019–2020, Edhy Prabowo, menetapkan Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 yang memberikan izin ekspor benih lobster dari wilayah Republik Indonesia. Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 yang diperuntukkan guna meningkatan kesejahteraan masyarakat, kesetaraan teknologi budaya, pengembangan investasi, peningkatan devisa negara, dan pengembangan pembudidayaan lobster. Regulasi tersebut dapat membantu meningkatkan perekonomian nelayan yang kehilangan mata pencaharian sejak dibekukan oleh menteri sebelumnya. Penangkapan benih lobster sebagai mata pencaharian sudah marak dilakukan oleh masyarakat. Bagi komoditas lain yang tercantum dalam peraturan tersebut yaitu kepiting dan rajungan, hanya terdapat perubahan mengenai ukuran dari komoditas yang dilalulintaskan untuk kebutuhkan perdagangan maupun konsumsi.
Perbedaan antara peraturan tersebut adalah sebagai berikut.
Kepiting
Permen KP No 1 tahun 2015: Karapas > 15 cm
Permen KP No 56 tahun 2016: Karapas > 15 cm atau Berat > 200 gram, Tidak dalam kondisi bertelur
Permen KP No 12 tahun 2020: Karapas > 12 cm atau, Berat > 150 gram, Tidak dalam kondisi bertelur
Permen KP No 16 tahun 2022: Karapas > 12 cm dan Tidak dalam kondisi bertelur
Lobster:
Permen KP No 1 tahun 2015: Karapas > 8 cm
Permen KP No 56 tahun 2016: Karapas > 8 cm atau berat > 200 gram, tidak dalam kondisi bertelur
Permen KP No 12 tahun 2020: Karapas > 6 cm atau berat > 150 gram untuk lobster pasir, karapas > 8 cm atau berat > 200 gram untuk lobster jenis lainnya, tidak dalam kondisi bertelur
Permen KP No 16 tahun 2022: Karapas > 6 cm atau berat > 150 gram, untuk lobster pasir, karapas > 8 cm atau berat > 200 gram untuk lobster jenis lainnya, tidak dalam kondisi bertelur
Rajungan:
Permen KP No 1 tahun 2015: Karapas > 10 cm
Permen KP No 56 tahun 2016: Karapas > 10 cm atau berat > 60 gram, tidak dalam kondisi bertelur
Permen KP No 12 tahun 2020: Karapas > 10 cm atau berat > 60 gram, tidak dalam kondisi bertelur
Permen KP No 16 tahun 2022: Berat > 60 gram, dan tidak dalam kondisi bertelur
Pada tahun 2020 terjadi perubahan peraturan pada batas ukuran penangkapan kepiting dari > 15 cm atau 200 gram menjadi > 12 cm atau berat 150 cm. Berdasarkan data dari Wilker Pangkalan Bun,sejak peraturan tersebut mulai berlaku pada tanggal 4 Mei 2020 sempat terjadi penurunan jumlah kepiting yang dilalu lintaskan, namun kembali meningkat dibulan bulan berikutnya.
Pada peraturan terbaru Permen KP No 16 tahun 2022 terjadi perubahan dari peraturan sebelumnya, bab III pasal 8 awalnya berbunyi:
(1) Penangkapan, lalu lintas, dan/atau pengeluaran kepiting (Scylla spp.) dengan harmonized system code 0306.33.00 untuk kepentingan konsumsi di atau dari wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan:
- tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada Abdomen luar;
- ukuran lebar karapas diatas 12 (dua belas) centimeter atau berat diatas 150 (seratus lima puluh) gram per ekor; dan
- penangkapan wajib dilakukan dengan menggunakan alat penangkapan Ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada peraturan sebelumnya kepiting yang diperbolehkan untuk dilalulintaskan adalah kepiting dengan ukuran karapas > 12 cm atau berat > 150 gram. Pada peraturan terbaru terjadi perubahan yaitu: Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) Pasal 8 diubah dan ayat (4) Pasal 8 dihapus sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
(1) Penangkapan, lalu lintas, dan/atau pengeluaran kepiting (Scylla spp.) untuk kepentingan konsumsi di atau dari wilayah negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan:
- tidak dalam kondisi bertelur;
- ukuran lebar karapas diatas 12 (dua belas) centimeter per ekor; dan
- penangkapan wajib dilakukan dengan menggunakan alat penangkapan Ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal tersebut tidak berlaku bagi penangkapan dengan tujuan pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau percontohan di dalam wilayah negara Republik Indonesia. Penangkapan kepiting untuk kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau percontohan di dalam wilayah negara Republik Indonesia harus dilengkapi dengan:
- surat keterangan asal kepiting (Scylla spp.) dari unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan tangkap, unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan budidaya, atau Dinas; dan
- surat keterangan dari badan yang menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan dan pengembangan kelautan dan perikanan atau Badan Riset dan Inovasi Nasional sesuai dengan kewenangannya.
Maka, berdasarkan peraturan terbaru yang berlaku saat ini hanya kepiting dengan ukuran karapas > 12 cm yang bisa dilalulintaskan untuk keperluan konsumsi maupun diperjual belikan. Tidak ada lagi pertimbangan berat kepiting. Peraturan terbaru ini berlaku sejak di undangkan yaitu tanggal 12 Agustus 2022. Dalam rangka mengsosialisasikan peraturan tersebut, SKIPM Palangka Raya melakuan kegiatan sosialisasi dengan mengundang pengguna jasa, dinas terkait, dan pihak-pihak yang terlibat.
Hal tersebut tentunya mempengaruhi jumlah kepiting yang boleh dilalulintaskan, termasuk lalu lintas kepiting dari Pangkalan Bun mengalami dampak dari implementasi peraturan tersebut. Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan oleh Wilker Pangkalan Bun, kepiting dengan ukuran karapas > 12 cm umumnya memiliki bobot lebih dari 300 gram. Dengan tidak adanya pertimbangan berat maka terjadi penurunan jumlah kepiting yang boleh dilalulintaskan. Berdasarkan data dari Wilayan Kerja Pangkalan Bun, terjadi penurunan sampai 90% dari jumlah kepiting yang dilalulintaskan.
Implementasi peraturan terbaru dikeluhkan oleh pengguna jasa di Wilayah Kerja Pangkalan Bun karena menurunnya pendapatan mereka. Peraturan ini berlaku di seluruh Indonesia juga mendapat respon dari nelayan maupun eksportir di berbagai daerah. Berdasarkan grafik sebelumnya bisa dilihat bahwa perubahan peraturan dari Permen KP No 17 tahun 2021 ke Permen KP No 16 tahun 2022 memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap penurunan lalu lintas kepiting dibandingkan perubahan dari Permen KP No 12 tahun 2020 ke Permen KP No 17 tahun 2021.
Permen KP Nomor 16 tahun 2022 tidak hanya membahas mengenai pembatasan ukuran komoditas yang bisa dilalulintaskan, namun ada juga peraturan mengenai pembudidayaan komoditas tersebut. Peraturan ini mendorong nelayan untuk membudidayakan dulu komoditas kepiting, lobster, maupun rajungan sebelum dilalu lintaskan. Tujuan pengelolaan tersebut adalah meningkatkan nilai komoditas dari kepiting yang dijual sehingga menambah pendapatan dari pelaku usaha.
Berdasarkan Permen KP no 16 tahun 2022 terdapat peraturan mengenai pembudidayaan kepiting.
Penangkapan kepiting (Scylla spp.) untuk Pembudidayaan dapat dilakukan dengan ketentuan:
- tersedianya kuota dan lokasi penangkapan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan masukan dan/atau rekomendasi dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan dengan memperhatikan estimasi potensi sumber daya ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan;
- ukuran berat minimal 30 (tiga puluh) gram per ekor;
- penangkapan wajib dilakukan dengan menggunakan alat penangkapan Ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
- Pembudi Daya Ikan Usaha Mikro dan Pembudi Daya Ikan Usaha Kecil yang akan melakukan Pembudidayaan kepiting (Syclla spp.) harus mengajukan pendaftaran kepada Lembaga OSS, baik secara langsung atau dapat difasilitasi oleh dinas kabupaten/kota;
- Pembudi Daya Ikan Usaha Menengah dan Pembudi Daya Ikan Usaha Besar yang melakukan Pembudidayaan kepiting (Scylla spp.) harus memiliki sarana dan prasarana pembenihan yang telah menghasilkan benih kepiting paling lambat pada tahun ketiga; dan
- Pembudi Daya Ikan Usaha Menengah dan Pembudi Daya Ikan Usaha Besar yang akan melakukan Pembudidayaan kepiting (Scylla spp.) harus mengajukan permohonan perizinan berusaha kepada Lembaga OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka Permen KP Nomor 16 tahun 2022 tidak bertujuan untuk mengurangi pendapatan nelayan dan eksportir, melainkan mendorong budidaya kepiting di berbagai daerah di Indonesia. Di Kalimantan Tengah sendiri, sebagian besar pasokan kepiting masih bergantung pada tangkapan nelayan di Kalimantan Tengah. Beberapa daerah di Kalteng menerapkan budidaya pembesaran kepiting secara sederhana, namun hasilnya belum memuaskan karena belum ada dukungan dari pihak terkait. Pembenihan dan budidaya kepiting bakau telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia yang didukung oleh Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Contohnya di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Maros, Sulawesi Selatan. Melalui kegiatan budidaya, kepiting bakau dapat tumbuh dari benih 1 g menjadi ukuran 100 g (kepiting soka) dalam waktu 2 bulan di tambak. Kemudian dari ukuran 100 gram sampai ukuran 450 gram (ukuran konsumsi yang dapat dilalu lintaskan/sebagai indukan) membutuhkan waktu 2 bulan juga.
Octolasmis, parasit yang menginfeksi Kepiting
Kepiting termasuk hewan yang bisa terinfeksi oleh mikroorganisme patogen. Jenis patogen yang bisa menginfeksi kepiting dapat dibedakan menjadi virus, bakteri, jamur dan parasit. Berdasarkan pengamatan parasitologi pada berbagai jenis kepiting seperti kepiting biru (Callinectes sapidus), kepiting pantai hijau (Carcinus maenas), kepiting bakau (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus pelagicus), menyatakan bahwa tidak ada kepiting yang bebas dari parasit.
Berdasarkan hasil pengamatan parasit di Wilker Pangkalan Bun. Jenis parasit yang ditemukan pada kepiting yang dilalulintaskan adalah jenis Octlasmis sp., Vorticella sp., dan Epistylis sp. Parasit Octolacmis sering ditemukan menempel pada organ insang kepiting. Parasit ini memiliki ciri-ciri berupa 3 bagian utama, 1) Capitulum berbentuk oval yang meruncing di salah satu sisinya dan berbentuk pipih. Fungsi dari bagian ini adalah berisi berbagai organ pencernaan dari parasit. 2) Sebuah tangkai memanjang yang disebut penducle, 3) Kait yang berada diujung penducle, berfungsi untuk menempel erat pada inang.
Parasit ini dapat menyebabkan kematian apabila populasinya tinggi karena menggangu sistem respirasi, akan tetapi pada populasi yang sedikit tidak membahayakan kepiting. Infeksi Octolasmis sp. biasanya terjadi di bagian kepala, dada dan insang. Jumlah yang sangat banyak akan menyebabkan kepiting kesulitan mengambil oksigen untuk bernafas, kemudian akhirnya mati. Infestasi Octolasmis sp. yang berat dapat menurunkan luas permukaan lamela insang sehingga menyebabkan defisiensi dalam penyerapan oksigen. Parasit Octolasmis sp. juga dapat menghambat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Hal ini karena terjadinya penutupan pada insang oleh akumulasi parasit dan kotoran. Infeksi parasit bisa terjadi karena tingginya bahan organik di perairan akibat pencemaran.
Parasit ini bisa mencapai ukuran 0,5 cm dan terlihat apabila menginfeksi bagian luar kepiting, namun terkadang parasit ini masih berukuran kecil sehingga sulit dilihat dengan mata telanjang. Ciri-ciri kepiting yang terinfeksi antara lain: kepiting terlihat lemas, gerakan tidak aktif, dan respon mata lambat apabila disentuh. Konsumen kepiting disarankan untuk memperhatikan juga bagian dalam ketika akan memasak kepiting. Parasit ini banyak ditemukan dibagian insang dan menyebabkan rasa tidak nikmat apabila ikut terkonsumsi. Maka, disarankan untuk menghilangkan bagian insang ketika memasak.
Peran Karantina Ikan dalam Pengendalian Penyakit
Salah satu bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh SKIPM Palangka raya adalah laboratorium pengujian terhadap HPIK maupun laboratorium pengujian mutu untuk produk perikanan.
Terdapat bentuk pelayanan SKIPM Palangka raya yang berkaitan langsung dengan pengendalian penyakit ikan yaitu:
- Pelaksanaan pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
- Pelaksanaan pencegahan keluar dan tersebarnya hama dan penyakit ikan tertentu dari wilayah Negara Republik Indonesia yang dipersyaratkan negara tujuan
- Pelaksanaan pengujian terhadap hama dan penyakit ikan karantina, hama dan penyakit ikan tertentu, mutu dan keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan.
- Pelaksanaan sertifikasi kesehatan ikan, sertifikasi mutu dan keamanan hasil perikanan, dan sertifikasi keamanan hayati (biosecurity).
Untuk mendukung kegiatan tersebut SKIPM Palangka Raya telah menerapkan standar ISO 9001 tentang Sistem Manajemen Mutu, ISO 17020 tentang Lembaga Inspeksi, dan ISO 17025 tentang Laboratorium Penguji, yang sudah terakreditasi dari KAN (Komita Akreditasi Nasional). Sertifikat tersebut memastikan bahwa pengujian yang dilakukan oleh SKIPM Palangka Raya sudah memenuhi standar. Maka, berdasarkan hasil pengujian laboratorium, Sertifikat Kesehatan Ikan yang diterbitkan menjadi jaminan bahwa produk perikanan yang dilalulintaskan memenuhi syarat mutu dan bebas dari Hama Penyakit Ikan. SKIPM Palangka Raya juga memberikan pelayanan berupa sertifikasi kepada pelaku usaha yang menerapkan biosekuriti dan HACCP atau memberikan pelatihan teknis kepada pelaku usaha untuk menghasilkan produk yang bebas HPIK dan memenuhi persyarat mutu. Kegiatan inspeksi menjadi salah satu tahapan bagi pelaku usaha untuk bisa memasarkan produknya ke pasar Internasional melalui ekspor.
Penulis: Pengendali Hama Penyakit Ikan Mahir