ARUH-Karya Seni Berbasis Nilai Tradisional

TABENGAN/DEDY LATIHAN - Koreografer, Abib Igal, memimpin secara langsung prosesi latihan yang dijalani para penari yang akan menampilkan karya seni pertunjukan Aruh: Healing Nature for Future”, Minggu (18/12) di Palangka Raya. Karya seni Aruh dijadwalkan ditampilkan di UPT Taman Budaya Kalteng pada 10 Januari 2023.

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Keunikan seni budaya di Kalimantan Tengah (Kalteng), tidak semata pada gerak, ataupun musik yang dihasilkan. Ada nilai-nilai budaya yang ditanamkan pada berbagai seni budaya yang menjadi khasanah Kalteng. Nilai-nilai inilah yang coba terus diangkat oleh berbagai seniman melalui seni pertunjukan dengan berbagai

Koreografer sekaligus sutradara, Abib Igal, mengatakan, “ARUH; Healing Nature for Future” sebuah pertunjukan karya seni kontemporer berbasis nilai-nilai tradisi, bagian dari Program Dana Indonesiana  kategori Penciptaan Karya Kreatif Inovatif Perseorangan, melalui Direktorat Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Karya tersebut, jelas Abib Igal, merupakan hasil riset artistik dari Ritual Wadian Dadas di Kabupaten  Barito Timur, dan Ritual Balian di wilayah Meratus di Kalimantan Selatan. Begitu banyak persoalan lingkungan yang muncul, akibat perspektif antroposentris yang memusatkan aktivitas pada pemenuhan kebutuhan manusia.

 Karya ini, lanjut Abib Igal,menawarkan sebuah jalan masuk untuk kita kembali bekerja bersama alam. Aruh berangkat dari ritual Wadian Daras, dan ritual Balian Maratus dengan menangkap dan mengkodefikasi berbagai elemen bunyi serta gerakan, untuk dihadirkan dengan perspektif hari ini. Jika pada awalnya kedua ritual ini memiliki spesifikasi ruangan, dan waktu yang terikat pada masyarakat adat Kalimantan, Aruh berupaya untuk mengkalibrasi unsur-unsur tersebut menjadi netral, bahkan mentah, untuk berkomunikasi dengan ruang-ruang lain yang lebih luas tak berbatas.

 ”Aruh dalam karya ini berarti riuh atau ramai. Karya ini mengadopsikan, dan mengadaptasi tiga elemen penting dalam ritual Daras, dan Balian Maratua. Yaitu bunyi gelang, bunyi hentakan kaki, dan bunyi lantunan mantra sebagai media garap artistik. Karya ini akan menyajikan berbagai gerak yang berbunyi riuh, dan bunyi yang dihadirkan dalam gerak hari ini sebagai bunyi tentang Kalimantan,” kata Abib, saat menyampaikan komentarnya terkait karya pertunjukan bertemakan Aruh, Jumat (18/12) di Palangka Raya.

Aruh, kata Abib Igal,  bukan hanya bunyi ritual tetapi juga bunyi alam, bunyi sosial, bunyi politik, dan bunyi kepercayaan untuk alam yang lebih baik di masa depan’ atau Healing Nature for The Future. Pertunjukan Karya Seni “ARUH: Healing Nature for Future” direncanakan digelar pada tanggal 10 Januari 2023 di UPT Taman Budaya Kalimantan Tengah.

“ARUH, tambah Abib Igal,  didukung 11 penari pilihan melalui seleksi ketat dari koreografer. Penari-penari tersebut merupakan binaan dari beberapa sanggar yang ada di kota Palangka Raya, seperti Sanggar Igal Jue, Sanggar Kahanjak Huang, Sanggar Antang Batuah, Sanggar Sababuka, Sanggar Hagatang Tarung, dan Sanggar Riak Renteng Tingang.

”Saya selaku koreografer juga menggandeng konsultan bunyi dari Kalimantan Selatan yaitu Lupi Anderiani, S.Sn, M.Sun, yang merupakan  lulusan Institut Seni Indonesia Sukakarya, dan  dramaturg dari Bandung,Keni Soeriatmadja, S.Sn, M.Ant,” ungkap Abib Igal.DED